Kamis, 25 September 2014

"Dumai"

Awalnya aku tak mengenal dia "Dumai"
namun saat aku berjalan di tepi sungai dimana segerombolan  angsa putih berenang.
mataku tertuju pada satu arah dan melihat ke arah sosok perempuan yang sedang memberi makan angsa tersebut, aura damai terpancar dari dirinya dengan kibasan mahkota kepalanya, Tak lama kemudian dia menoleh membuat pesonanya semakin terasa dekat.

Saat itu dumai sangat terlihat cantik apalagi dia sedang memberi makan sang angsa. Aku tak berani menyapa dumai saat itu, aku terhisap ke dalam pesona sekilas dumai, wanita cantik dengan kemurahan hatinya. ya dia murah hati terlihat dari sorotan matanya yang tajam.

"fixs, aku harus tau siapa namanya" sambil ku makan cemilan dari Martius.
"nama siapa Gian?" tanya Martius sambil menepuk pundak ku.
"hmmm, nama apanya?" Dengan polos aku menjawab.
"tadi kamu bilang..." Martius yang memasang muka sinis dan penasaran.
"oh ada deh hahaha" sambil ku lempar cemilan ke badan Martius.

Ke esokan hari nya diwaktu yang sama pukul 2 siang saat matahari mulai menepi kearah yang berbeda dari tempat awal ia muncul, kulihat Dumai "lagi" dari jauh. Niat untuk mengenal pun surut kembali saat ia menoleh dan matanya yang tajam melihat ke arah ku. Padahal itu adalah momen yang pas menurutku di dukung oleh angin yang sepoi disaat hangatnya mentari sore.

Aku hanya melihat dumai dari jauh di tepi sungai dekat pohon yang begitu teduh, namun dumai tau "kayanya". namun pada saat itu aku kembali pulang tanpa hasil sapaan dari dumai.

"Ahhh aku takut" geram ku sambil memegang kepala.
"emang takut kenapa?" Saut Martius (tetangga sekaligus sahabat ku)
"takut karena dia" sambil ku teguk segelas jus mangga.
"ia dia siapa?" tanya Martius dengan kesal.
"ada deh hahah" jawab ku sambil masuk kedalam kamar.

Kembali tak sengaja aku melihatnya saat malam, saat itu malam tak biasanya gelap dan dingin, Rembulan pun tak terlihat, tak seperti biasanya. Tapi disudut jalan yang berbeda aku melihat cahaya, padahal malam saat itu gelap. Aku tertegun oleh terangnya cahaya di ujung jalan.

"Dumai?" HAH!! aku terpesona.
"tapi kenapa sangat terang?" tanya ku didalam hati.
"ohh itu yang bikin kamu selama ini galau?" Saut Martius dengan muka mengesalkan buat ku.
"ah apasih" jawab ku dengan tatapan yang masih terfokus pada Dumai.
"yaiyalah terang dia kan bawa senter haha, dan jelas-jelas sekarang gelap tanpa biasanya, kan lagi pemadaman bergilir" Jelasnya sambil menepuk kepala ku.

Namun bukan karena senter dan pemadaman bergilir, ada yang berbeda dari cahaya disudut jalan. Hanya bisa menarik napas tanpa bisa berbicara. Ia berjalan terus sampai menghampiri ku. jantungku berdenyut kencang tak seperti biasanya. Padahal tak ada yang salah dengan sikapku.

"Haii "sapa Dumai,  sapaan pertama yang aku dapatkan.

Wow, tatapan matanya tak pernah berubah  sejak pertama kali aku melihatnya di tepi sungai. Tak ada bedanya siang dan malam, ia tetap perempuan dengan sorot mata yang tajam dan indah. Aku melihat jelas bola matanya yang coklat pekat dikelilingi bias putih yang terang inilah yang membuat nya begitu indah. Ia berjalan tepat di depan ku. dia tersenyum, aku bingung. kenapa?"

"oh ia aku lupa tidak membalas sapaan nya" melamun dan langsung menoleh kebelakang.

Kehilangan momen yang semestinya aku gunakan untuk menanyakan siapa namanya. Aku tersadar dan ia pun sudah menghilang disudut gelap malam saat itu.

"ahh aku kecewa" sesal ku dalam hati.
Tapi aku bahagia walaupun tak dapat menyapanya. Malam itu pun menjadi malam yang tak akan pernah aku lupakan.

Esok nya aku berharap dapat melihat dumai "lagi" tatapan matanya yang tajam itulah yang membuat ku semakin yakin, dia sosok yang baik. Aku bergegas pulang, sepeda ku kayuh dengan cepat tidak seperti biasanya berharap bertemu dia di sungai jembatan merah. Di kejauhan aku melihat sosok perempuan yang sedang memberi makan angsa.

"ya itu pasti dumai" hati berdebar  berharap dapat sedikit menyapa dia.

Kembali aku tak berani untuk menyapa nya, aku hanya melihat dia dari kejauhan. Dia tersenyum dan melambaikan tangan ke arahku dengan tatapan nya yang tajam. Bukan nya aku memelankan sepeda dan berhenti untuk hanya sekedar menyapanya kembali, aku malah bergegas pulang dan menambah kecepatan kayuhanku. Ahh hari itu kembali gagal untuk bisa menyapa dia.

Satu minggu berlalu saat aku pertama kali melihat dumai di tepi sungai dengan segerombolan angsa putih. Hari itu aku kembali pulang dengan cepat berharap kembali dapat melihat Dumai. Namun tidak seperti biasanya angsa-angsa tersebut tidak bersama dengan Dumai. Aku berhenti sejenak di bawah pohon tak jauh dari sungai jembatan merah hanya untuk memastikan melihat angsa itu kembali.

Namun, tak di sangka saat sepeda ku senderkan ke batang pohon dan berjalan beberapa langkah Dumai menyapa berada tepat di belakang ku di pohon rindang tempat aku menepi. Ia pun menyapa.

"Hey, kamu kan yang setiap hari melihat aku dari sini?"tesenyum ke arah ku dengan tatapannya yang tajam.
"euuueuu, iaa.. maaf yahh" dengan kikuk aku menjawab.
"kenapa minta maaf, emang kamu salah apa?"
"aku Dumai, kamu siapa?" tanya Dumai dengan mengulurkan Tangan nya.

Aku terdiam tanpa berkata apapun saat ditanya oleh Dumai, perasaan yang campur aduk. Aku kikuk di depan Dumai saat itu. Dag dig dug dalam hati, kaki gemetar dan tak tau harus bagaimana.

"heyy kamu siapa?" tanya Dumai mempertegas yang tadi.
"Aku.. aku aku,,, Gian, yaa Gian" jawab ku Kikuk.
"ohh Gian, kamu anak SMA yang di dekat toko hewan itu kan?" jelas Dumai dengan tersenyum.
"iii iiyaa ko tau?" Jawabku dengan kikuk.
"nohh kan baju kamu" dengan tersenyum ia menunjuk ke arah ku.

Senyuman nya yang selama ini aku lihat dari kejauhan kini terpancar jelas di depan mata ku, woww tak ada yang beda dari dia. Hari ini adalah hari bersejarah bagi ku, tak akan aku lupakan pertemuan pertama ini. Ternyata dia ramah dan baik seperti dugaan ku selama ini.

Percakapan aku dan Dumai berlangsung sampai petang pukul 4 dibawah pohon rindang tak jauh dari sungai jembatan merah. Aku berbincang dengan Dumai, dengan logat ku yang khas dan gemetar  tak percaya aku bisa berbincang dengan nya tak hanya sekedar menyapa saja. Waktu tak teras sudah sore aku pun menawarkan tumpangan pulang kepada Dumai, karena aku tau dia satu komplek dengan ku, cuman berbeda beberapa blok saja.

"Udah sore nih, mau pulang bareng?" tanta ku dengan gemetar dan memegang sepeda.
"boleh.. boleh, tapi memang ga ngerepotin? tanya Dumai dengan senyum kecilnya.
"gak ko kan kita satu komplek cuman beda beberapa blok aja ko" jelas ku membalas tanya Dumai.
"ohh ya udah hayu" Senyumnya yang membuat ku semakin kikuk.

Sepeda ku kayuh dengan rasa gemetar, ku perlambat karena masih ingin tetap berlama-lama dengan Dumai. Tak lama ia melingkarkan tangan nya ke pinggang ku, ahhh, senyum ku dengan rasa senang dan dag dig dug.

Hari itu pun berakhir dengan rasa bahagia tidak seperti biasanya, terasa berbeda dengan hari-hari sebelumya.

"Ahh aku begitu bahagia hari ini"
"Seandainya dumai bisa menjadi miliku" Teriaku dalam hati dan berjalan jingkrak kedalam rumah, dan ku peluk ibu serta kakak ku Sabrina. Aku senaggggg!!!

Penuh Khalayan saat itu, hari-hari yang hambar kini mulai terisi oleh sosok perempuan yang ideal. Dumai mengubah segala hal dalam hidup ku, walupun belum alama aku mengenalnya. Namun dengan penuh kepercayaan aku mendekati Dumai dan berharap semuanya akan berjalan dengan baik.

Sudah hampir dua minggu aku tak melihat Dumai. Sejak terakhir aku mengantarnya pulang.

Hari itu angin tak terlalu bersahabat bertiup menembus sanubari, dingin yang ku rasa tak membuatku menyerah untuk hanya dapat bertemu dengan Dumai, di tepi sungai tempat aku biasa melihatnya. Aku bergegas  walaupun hari itu hari libur, sesampainya di sungan jembatan merah Dumai tak ada, tak seperti biasanya sosok gemulai Dumai tak lagi bisa aku lihat. Bergelut dalam hati bertanya dimana Dumai. Namun disamping itu terselip pertanyaan :

"aku heran kenapa Dumai selalu memberi makan angsa ini yah?" heran ku dengan memdekati angsa putih.

Hati ku bertanya-tanya, sambil ku berikan makanan untuk angsa putih, seperti halnya Dumai lakukan. Namun terasa berbeda angsa tak seperti biasanya ia sedikit menghindar padahal aku melihatnya sangat begitu dekat dengan Dumai. Aku bersantai sebentar dibawah pohon rindang tak jauh dari sungai jembatan merah, tempat pertama kali aku menyapa Dumai. Terlintas niat mencari tau kemana Dumai hari ini.

Tak terasa waktu sudah mulai gelap, aku harus bergegas pulang. Namun saat sudah sampai di depan rumah aku beralik arah, ke arah rumah Dumai hanya untuk mencari tau kemana Dumai yang terletak beberapa blok dari sini.

Sampailah aku di depan rumanya, namun bingung apa yang harus aku lakukan. Tak lama kemudian terlihat sosok laki-laki berbadan besar yang tak asing lagi bagi ku. Ia melambaikan tangan dan menyuruh ku untuk masuk. Aku mengingat-ngingat siapa sosok laki-laki ini padahal yang aku tau ini rumah Dumai

Tak berani bertanya langsung kepadanya aku hanya diam. Beberapa saat kemudian datang sosok perempuan cantik serupa dengan Dumai membawa minuman untuk ku dan laki-laki ini. Kemudian ia menyapa ku.

"kamu Gian kan?" dengan menyodorkan minuman.
"mangga diminum"

Bingung kenapa perempuan ini tau namaku, padahal aku belum pernah bertemu sama sekali dengan nya, ohh aku ingat laki-laki ini adalah pemilik toko hewan di dekat sekolahku pantas aku tak asing lagi dengan wajah nya, karena aku sering menyapanya pada saat pagi hari ketika ia sedang bersantai dengan beberapa hewan di depan toko nya.

"hey kamu Gian kan?" sambil tersesnyum melihat ke arahku.
"kenapa melamun?"
"eh iaa tante aku Gian, emm tapi kenapa tante....." tanya ku denga heran ke arah perempuan ini.
"kenapa tante tau nama kamu, begitu kan?" jawabnya dengan senyuman mirip dengan Dumai.
"tante tau nama kamu dari Dumai, ia sering bercerita tentang kamu"

Aku hanya bisa tersenyum.

"oh ia tante, pantas aku heran kenapa tante tau nama ku padahal kita belum pernah bertemu sebelumnya" kulemparkan senyumku pada kedua orang ini.
"tapi om, emm aku pernah liat om di...." tanya ku sambil ragu.
"Di toko hewan dekat sekolah mu kan?" tegasnya bertanya memotong pertanyaan ku.
"ia om, tapi kenapa om ada disini?" tanya ku heran.

"hhahah, Gian, gian" tawanya yang memecah keadaan hening saat itu karena sikap ku yang kikuk di depan kedua nya.

"oh ia, ini istri saya, Melisa ibu nya Dumai, sebelumnya saya Antoni" jelasnya sambil menjulurkan tangan ke arahku.
"jadi kalian?" tanyaku tak percaya.

"ia kami orang tua Dumai, terimaasih telah mengisi hari-hari Dumai"
"ia om saya juga senang ko sudah mengenal Dumai"

Obrolan itu berlanjut hingga larut malam, banyak hal yang di ceritakan kedua orangtua Dumai kepada ku, aku jadi lebih tau siapa Dumai dan bagaimana dia selama ini, Serta alasan kenapa ia sering memberi makan angsa yang ada di tepi sungai itu. Terlihat rasa sedih yang terpancar di mata kedua orang tuanya. Namun sayang, takdir berkata lain ia telah meninggalkan aku yang belum sempat mengatakan segalanya.

"aku senang sudah mengenalmu DUMAI"

-_ Selesai _-

Calam Rahmat (1994 ~ 2123)

0 komentar:

Posting Komentar