Sabtu, 27 September 2014

Kompetensi Jurnalis


Menjadi jurnalis / wartawan merupakan hak asasi seluruh warga negara. Tidak ada ketentuan yang membatasi hak seseorang untuk menjadi jurnalis / wartawan. Pekerjaan wartawan sendiri sangat berhubungan dengan kepentingan publik karena wartawan adalah dokter sejarah dan informasi, pengawal kebenaran dan keadilan, pemuka pendapat, pelindung hak-hak pribadi masyarakat, musuh penjahat kemanusiaan seperti koruptor dan politisi busuk.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya wartawan harus memiliki standar kompentensi yang memadai dan disepakati oleh seluruh kelompok / organisasi kewartawanan. Sehingga standar kompetensi ini menjadi alat ukur profesionalitas seorang wartawan dalam melaksanakan tugasnya sebagai dokter informasi.
Kompetensi jurnalis atau kewartawanan adalah kemampuan wartawan untuk memahami, menguasai, dan menegakkan profesi jurnalistik atau kewartawanan serta kewenangan untuk menentukan ( memutuskan ) sesuatu di bidang kewartawanan. Hal itu menyangkut kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan.
Tujuan sebuah kompetensi di terapkan dalam hal ke jurnallisan / kewartawanan adalah Meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang wartawan dalam hal bekerja di lapangan secara langsung, sehingga seorang wartawan tidak pandang bulu terhadap apa saja yang akan di beritakan, selanjutnya juga menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan pada saat di lapangan serta kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik dan mengurangi adanya wartawan amplop.
Kompetensi jurnalis biasanya di berikan di perguruan tinggi, namun kadang beberapa kompetensi yang harusnya menunjang malah menjadi beban bagi para mahasiswa jurusan jurnalistik. Di lansir di kompas edisi 9 februari 2010, menceritakan bahwa terdapat 7 orang mahasiswa jurusan ilmu jurnalistik yang di nyatakan tidak lulus dalam ujian komprehensif, yang pada saat itu penguji menyatakan mereka tidak layak untuk lulus karena mereka tidak dapat menguasai materi-materi tentang ilmu komunikasi dimana ilmu komunikasi ialah ilmu dasar yang harus di kuasai seorang sarjana jurnalistik.
Dalam perguruan tinggi kompetensi seorang jurnalis biasanya dintunjang dengan materi - materi bersifat akademik yang berhubungan dengan jurnalis, seperti memepelajari ilmu komunikasi, dan berbagai teori lainnya. Namun terkadang terdapat beberapa materi mata kuliah yang di terapkan di perguruan tinggi khususnya jurursan ilmu jurnalistik masih banyak yang melenceng dari sasaran.
“Saya masih melihat bahwa ada beberapa mata kuliah yang di terapkan dalam pembelajaran jurnalistik itu seharusnya tidak di pelajari, karena kurang “nyambung” dengan jurusan jurnalistik yang saya ambil. Beberapa materi kuliah yang di pelajari pun hanya setengah-setengah, bukannya malah menguasai tentang ke jurnalisan ini malah mempelajari tentang ke dakwah-an” ujar salah satu mahasiswa jurnalistik UIN Bandung.
Dalam pernyataan tersebut bisa di lihat, bahwa kurang nya sistem yang di terapkan dalam proses perkuliahan bisa mengakibatkan mahasiswa kurang respon dengan apa yang di sampaikan oleh pengajar / dosen. Perlunya perhatian yang sangat menyeluruh dalam penerapan berbagai sistem yang merujuk ke arah kompetensi jurnalistik.
Dalam beberapa hal jurnalis memerlukan pegetahuan tentang segala jenis ilmu dan penetahuan, baik itu politik, ekonomi, agama, budaya serta bahasa. Namun beberapa mata kuliah yang di terapkan yang seharusnya berhubungan dengan ke jurnalisan malah melenceng dengan apa yang diharapkan. Bukan tidak perlu kita memperlajari beberapa materi yang tidak ada hubungannya dengan jurnalis tapi setidaknya materi tersebut sedikit ada hubungannya dengan kejurnalisan.
Selain kompetensi yag berbasis akademik seorang calon jurnalis juga di wajibkan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan ( Job training ) dimana job training ini berfungsi sebagai nilai ukur seorang mahasiswa dalam mengaplikasikan materi yang sebelumnya di dapatkan di perkuliahan, selain itu calon jurnalis juga memerlukan pengetahuan dan kesadaran akan etika dan hukum.
 Seorang Jurnalis harus dituntut dan mampu mengusai dengan penuh tidak hanya menguasai setengah-setengah tentang segala hal jenis hukum dan etika yang di terapkan untuk jurnalis. Kesadaran etika juga akan menjadikan wartawan lebih mengetahui dan menghindari terjadinya kesalahan – kesalahan dilapangan seperti melakukan pemberitaan yang bohong atau menerima imbalan. Dengan kesadaran ini wartawan pun akan tepat dalam menentukan kelayakan berita atau menjaga kerahasiaan sumber.
Selain itu juga dalam lembaga pendidikan tentang kejurnalisan di dalam sebuah perguruan tinggi ada beberapa hal yang seharusnya di perhatiakn selain kompetensi dalam hal akdemik, diantaranya pengajar. Masih ada beberapa pengajar yang membuka lapak di dalam kelas, iming-iming memang tidak mewajibkan tapi mahasiswa diharuskan me-resume materi dari buku tersebut, secara tidak langsung pengajar tersebut mewajibkan mahasiswa untuk memebeli buku. Namun, bukan masalah jika buku yang dibeli berstandar layaknya buku-buku pada umumnya, tapi ini malah masih banyak kesalahan – kesalahan yang terdapat dalam penulisan tersebut. Sistematika penulisan materi yang terdapat di dalamnya, hingga ada beberapa materi yang memang salah secara fatal.
Hal tersebut juga berpengaruh dalam menunjang kompetensi seorang jurnalis, bagaimana tidak jika ilmu yang mereka dapatkan sudah salah dari awal maka apa yang mereka tuangkan dalam menginformasikan yang notabne akan di berikan kepada khalayak umum pun akan mengarah kepada apa yang mereka dapatkan sebelumnya. Upaya dalam hal memenuhi hal tersebut seharusnya bukan hanya lembaga pers yang bertindak tapi di perlukannya campur tangan pemerintah secara langsung dalam mengatur dan mengawasi serta mencetak jurnalis yang professional.
Jurnalisme warga
Banyaknya media pemberitaan di tanah air khususnya media sosial, menghasilkan banyaknya jurnalisme warga yang tidak memenuhi kompetensinya. Apa lagi sekarang media pemberitaan baik itu cetak maupun media maya semakin gencar membuka suara untuk jurnalisme warga. Memang tidak salah, malah menunjang bagi para calon jurnalis / wartawan yang sekarang masih duduk di perguruan tinggi sebagai media pelatihan yang nyata. Tapi perlu adanya perhatian dan pengawasan terhadap media pemberitaan khususnya media online.
Di Indonesia masih banyak terdapat jurnalis yang bebas atau biasa di sebut jurnalisme warga (Citizen Jurnalism), yang memungkinkan siapa saja bisa menjadi seorang wartawan tanpa memenuhi standar kompetensi yang seharusnya di terapkan seorang wartawan. Ini mengakibatkan banyaknya wartawan yang kadang memberikan pembohongan publik yang ujung – ujung nya banyak wartawan amplop sehingga timbul pandangan negatif dari masyarakat umum.
Terdapat beberapa hal positif yang dilakukan seorang jurnalisme warga, diantaranya  dalam hal hasil berita seorang jurnalisme warga kadang juga mempunyai berita yang lebih menarik ketimbang wartawan profesional sehingga masyarakat lebih mudah menerima informasi tersebut. Serta jurnalisme warga tidak sedikit membantu beberapa media dalam memberikan informasi yang cepat dan tanggap, khususnya media online dan cetak.
Dalam menanggapi hal tersebut di beberapa media cetak dan media mainstream memberikan ruang tulis untuk beberapa jenis berita baik itu artikel, surat pembaca, maupun argumentasi dalam setiap edisinya. Salah satunya yaitu di rubrik OPINI. Rubrik opini ialah rubrik dimana masyarakat dapat menulis dan memeberikan informasi, baik itu mengenai politik, budaya ataupun tentang keseharian yang dirasa kurang memuaskan terhadap keputusan pemerintah.
Dalam beberapa media cetak yang menyediakan ruang untuk jurnalisme warga biasanya juga menerapkan standar yang mengharuskan penunlis memenuhi hal tersebut supaya hasil tulisannya tidak bersifat pembohongan publik dan rekayasa belaka. Beberapa kriteria yang di terapkan di media cetak ialah sebuah artikel tidak boleh hasil plagiat atau “copy paste”, harus aktual, tidak memancing perseteruan, tidak mengandung fitnah, dan harus relevan dengan keadaan masyarakat umum dan bersifat kekinian.

Di dalam sebuah ruang berita yang di sediakan oleh beberapa media cetak dan online seorang jurnalisme warga seharusnya menyadari apa yang di tulisnya, karena tulisan tersebut akan di baca oleh masyarakat umum sehingga tulisan tersebut harus lebih relevan dan tidak memancing pertikaian. Tidak di pungkiri selain tulisannya yang dimuat dalam media cetak, bahkan juga ada beberapa media cetak yang merekrut jurnalisme warga sebagai jurnalis di media tersebut, karena tulisan yang mereka berikan sangat baik.



Calam Rahmat (1994 ~ 2123)

0 komentar:

Posting Komentar