Menjadi
jurnalis / wartawan merupakan hak asasi seluruh warga negara. Tidak ada
ketentuan yang membatasi hak seseorang untuk menjadi jurnalis / wartawan.
Pekerjaan wartawan sendiri sangat berhubungan dengan kepentingan publik karena
wartawan adalah dokter sejarah dan informasi, pengawal kebenaran dan keadilan,
pemuka pendapat, pelindung hak-hak pribadi masyarakat, musuh penjahat
kemanusiaan seperti koruptor dan politisi busuk.
Oleh karena
itu, dalam melaksanakan tugasnya wartawan harus memiliki standar kompentensi
yang memadai dan disepakati oleh seluruh kelompok / organisasi kewartawanan. Sehingga
standar kompetensi ini menjadi alat ukur profesionalitas seorang wartawan dalam
melaksanakan tugasnya sebagai dokter informasi.
Kompetensi jurnalis
atau kewartawanan adalah kemampuan wartawan untuk memahami, menguasai, dan
menegakkan profesi jurnalistik atau kewartawanan serta kewenangan untuk
menentukan ( memutuskan ) sesuatu di bidang kewartawanan. Hal itu menyangkut
kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan.
Tujuan sebuah
kompetensi di terapkan dalam hal ke jurnallisan / kewartawanan adalah Meningkatkan
kualitas dan profesionalitas seorang wartawan dalam hal bekerja di lapangan secara
langsung, sehingga seorang wartawan tidak pandang bulu terhadap apa saja yang
akan di beritakan, selanjutnya juga menjadi acuan sistem evaluasi kinerja
wartawan pada saat di lapangan serta kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan
publik dan mengurangi adanya wartawan amplop.
Kompetensi jurnalis biasanya di
berikan di perguruan tinggi, namun kadang beberapa kompetensi yang harusnya
menunjang malah menjadi beban bagi para mahasiswa jurusan jurnalistik. Di
lansir di kompas edisi 9 februari 2010, menceritakan bahwa terdapat 7 orang
mahasiswa jurusan ilmu jurnalistik yang di nyatakan tidak lulus dalam ujian komprehensif,
yang pada saat itu penguji menyatakan mereka tidak layak untuk lulus karena
mereka tidak dapat menguasai materi-materi tentang ilmu komunikasi dimana ilmu
komunikasi ialah ilmu dasar yang harus di kuasai seorang sarjana jurnalistik.
Dalam perguruan tinggi kompetensi
seorang jurnalis biasanya dintunjang dengan materi - materi bersifat akademik
yang berhubungan dengan jurnalis, seperti memepelajari ilmu komunikasi, dan
berbagai teori lainnya. Namun terkadang terdapat beberapa materi mata kuliah
yang di terapkan di perguruan tinggi khususnya jurursan ilmu jurnalistik masih
banyak yang melenceng dari sasaran.
“Saya masih melihat bahwa ada beberapa
mata kuliah yang di terapkan dalam pembelajaran jurnalistik itu seharusnya
tidak di pelajari, karena kurang “nyambung”
dengan jurusan jurnalistik yang saya ambil. Beberapa materi kuliah yang di
pelajari pun hanya setengah-setengah, bukannya malah menguasai tentang ke
jurnalisan ini malah mempelajari tentang ke dakwah-an” ujar salah satu
mahasiswa jurnalistik UIN Bandung.
Dalam pernyataan tersebut bisa di
lihat, bahwa kurang nya sistem yang di terapkan dalam proses perkuliahan bisa
mengakibatkan mahasiswa kurang respon dengan apa yang di sampaikan oleh
pengajar / dosen. Perlunya perhatian yang sangat menyeluruh dalam penerapan
berbagai sistem yang merujuk ke arah kompetensi jurnalistik.
Dalam beberapa hal jurnalis memerlukan
pegetahuan tentang segala jenis ilmu dan penetahuan, baik itu politik, ekonomi,
agama, budaya serta bahasa. Namun beberapa mata kuliah yang di terapkan yang
seharusnya berhubungan dengan ke jurnalisan malah melenceng dengan apa yang diharapkan.
Bukan tidak perlu kita memperlajari beberapa materi yang tidak ada hubungannya
dengan jurnalis tapi setidaknya materi tersebut sedikit ada hubungannya dengan
kejurnalisan.
Selain kompetensi yag berbasis akademik seorang calon
jurnalis juga di wajibkan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan ( Job training ) dimana job training ini berfungsi sebagai nilai
ukur seorang mahasiswa dalam mengaplikasikan materi yang sebelumnya di dapatkan
di perkuliahan, selain itu calon jurnalis juga memerlukan pengetahuan dan
kesadaran akan etika dan hukum.
Seorang Jurnalis
harus dituntut dan mampu mengusai dengan penuh tidak hanya menguasai
setengah-setengah tentang segala hal jenis hukum dan etika yang di terapkan
untuk jurnalis. Kesadaran etika juga akan menjadikan
wartawan lebih mengetahui dan menghindari terjadinya kesalahan – kesalahan
dilapangan seperti melakukan pemberitaan yang bohong atau menerima imbalan.
Dengan kesadaran ini wartawan pun akan tepat dalam menentukan kelayakan berita
atau menjaga kerahasiaan sumber.
Selain itu juga dalam lembaga
pendidikan tentang kejurnalisan di dalam sebuah perguruan tinggi ada beberapa
hal yang seharusnya di perhatiakn selain kompetensi dalam hal akdemik,
diantaranya pengajar. Masih ada beberapa pengajar yang membuka lapak di dalam kelas, iming-iming memang
tidak mewajibkan tapi mahasiswa diharuskan me-resume materi dari buku tersebut, secara tidak langsung pengajar tersebut
mewajibkan mahasiswa untuk memebeli buku. Namun, bukan masalah jika buku yang
dibeli berstandar layaknya buku-buku pada umumnya, tapi ini malah masih banyak
kesalahan – kesalahan yang terdapat dalam penulisan tersebut. Sistematika
penulisan materi yang terdapat di dalamnya, hingga ada beberapa materi yang
memang salah secara fatal.
Hal tersebut juga berpengaruh dalam
menunjang kompetensi seorang jurnalis, bagaimana tidak jika ilmu yang mereka
dapatkan sudah salah dari awal maka apa yang mereka tuangkan dalam menginformasikan
yang notabne akan di berikan kepada khalayak umum pun akan mengarah kepada apa
yang mereka dapatkan sebelumnya. Upaya dalam hal memenuhi hal tersebut
seharusnya bukan hanya lembaga pers yang bertindak tapi di perlukannya campur
tangan pemerintah secara langsung dalam mengatur dan mengawasi serta mencetak
jurnalis yang professional.
Jurnalisme
warga
Banyaknya media pemberitaan di tanah
air khususnya media sosial, menghasilkan banyaknya jurnalisme warga yang tidak
memenuhi kompetensinya. Apa lagi sekarang media pemberitaan baik itu cetak
maupun media maya semakin gencar membuka suara untuk jurnalisme warga. Memang
tidak salah, malah menunjang bagi para calon jurnalis / wartawan yang sekarang
masih duduk di perguruan tinggi sebagai media pelatihan yang nyata. Tapi perlu
adanya perhatian dan pengawasan terhadap media pemberitaan khususnya media
online.
Di Indonesia masih banyak terdapat jurnalis
yang bebas atau biasa di sebut jurnalisme warga (Citizen Jurnalism), yang
memungkinkan siapa saja bisa menjadi seorang wartawan tanpa memenuhi standar
kompetensi yang seharusnya di terapkan seorang wartawan. Ini mengakibatkan
banyaknya wartawan yang kadang memberikan pembohongan publik yang ujung – ujung
nya banyak wartawan amplop sehingga timbul pandangan negatif dari masyarakat
umum.
Terdapat beberapa hal positif yang
dilakukan seorang jurnalisme warga, diantaranya
dalam hal hasil berita seorang jurnalisme warga kadang juga mempunyai
berita yang lebih menarik ketimbang wartawan profesional sehingga masyarakat
lebih mudah menerima informasi tersebut. Serta jurnalisme warga tidak sedikit
membantu beberapa media dalam memberikan informasi yang cepat dan tanggap,
khususnya media online dan cetak.
Dalam menanggapi hal tersebut di
beberapa media cetak dan media mainstream memberikan ruang tulis untuk beberapa
jenis berita baik itu artikel, surat pembaca, maupun argumentasi dalam setiap
edisinya. Salah satunya yaitu di rubrik OPINI. Rubrik opini ialah rubrik dimana
masyarakat dapat menulis dan memeberikan informasi, baik itu mengenai politik,
budaya ataupun tentang keseharian yang dirasa kurang memuaskan terhadap
keputusan pemerintah.
Dalam beberapa media cetak yang
menyediakan ruang untuk jurnalisme warga biasanya juga menerapkan standar yang
mengharuskan penunlis memenuhi hal tersebut supaya hasil tulisannya tidak
bersifat pembohongan publik dan rekayasa belaka. Beberapa kriteria yang di
terapkan di media cetak ialah sebuah artikel tidak boleh hasil plagiat atau
“copy paste”, harus aktual, tidak memancing perseteruan, tidak mengandung
fitnah, dan harus relevan dengan keadaan masyarakat umum dan bersifat kekinian.
Di dalam sebuah ruang berita yang di
sediakan oleh beberapa media cetak dan online seorang jurnalisme warga
seharusnya menyadari apa yang di tulisnya, karena tulisan tersebut akan di baca
oleh masyarakat umum sehingga tulisan tersebut harus lebih relevan dan tidak
memancing pertikaian. Tidak di pungkiri selain tulisannya yang dimuat dalam
media cetak, bahkan juga ada beberapa media cetak yang merekrut jurnalisme
warga sebagai jurnalis di media tersebut, karena tulisan yang mereka berikan
sangat baik.
Calam Rahmat (1994 ~ 2123)
0 komentar:
Posting Komentar