"One Hundred day Jokowi-Jk"
Masih teringat jelas dalam memory publik bagaimana kala itu
saat kampanye Pemilihan Presiden di Gelora Bung Karno (GBK). Euforia masyarakat
benar-benar luar biasa dengan semangat Jokowi menyerukan janji-janji manis
kampanyenya. Tepat pada 27 Januari 2015 terhitung sejak dilantik pada 20
Oktober 2014 Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-Jk sudah mencapai 100 hari
kerja. Perjalanan pemerintahan Jokowi-Jk masih banyak mengundang hujan kritik
dari berbagai elemen, disamping penerapan revolusi mental yang diusung untuk
kabinet kerjanya.
Setelah
dilantik memang sejumlah anggota kabinet pun langsung tancap gas. Seperti
halnya yang dilansir liputan6.com,
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, ia unjuk gigi dengan
mengibarkan perang terhadap pencurian ikan di perairan Indonesia. Kerugian
akibat pencurian ikan diklaim mencapai Rp 300 triliun per tahun. Dengan
pengalaman nya dalam bisnis di bidang kelautan, Susi melakukan tindakan yang
memang jarang dilakukan oleh menteri sebelumnya.
Sejumlah
kapal asing pencuri ikan akhirnya diledakan dan 3 kapal asing asal Vietnam juga
ditenggelamkan di Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau. Hal serupa juga dilakukan
Menteri Susi pada 2 kapal berbendera Papua Nugini di perairan Ambon. Selain
itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menangkap kapal besar yakni kapal
MV Hai Fa. Saat merapat di Pelabuhan Wanam Merauke, kapal berbendera Panama
yang memiliki bobot mati 4.306 gross ton ini merupakan kapal terbesar yang
berhasil ditangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pembangunan
pelabuhan pun mulai digenjot. Pelabuhan Muarajati di Kota Cirebon, Jawa Barat
ini misalnya, yang akan segera dikembangkan dan diperluas menjadi 50 hektare
mulai pertengahan 2015 dengan anggaran Rp 1,2 triliun. Pelabuhan ini nantinya
bisa menampung lebih banyak kapal besar dan bisa menunjang Pelabuhan Tanjungpriok
dan Semarang. Pelabuhan ini juga merupakan salah satu dari pengembangan 24
pelabuhan untuk menunjang poros maritim.
Di
bidang transportasi, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga membenahi carut
marut dunia penerbangan bermula dari kasus jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 rute
Surabaya-Singapura. Saat persoalan izin penerbangan terungkap, pesawat AirAsia
akhirnya dijatuhi sanksi karena melanggar izin penerbangan. Melalui investigasi
lebih lanjut pelanggaran juga ditemukan pada 5 maskapai lain, yaitu Garuda Indonesia,
Lion Air, Wings Air, Trans Nusa, dan Susi Air. Ke 5 maskapai tersebut beserta
pejabat yang terlibat dikenakan sanksi, sementara 61 penerbangan dibekukan.
Dibidang
pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memutuskan menunda
pelaksanaan Kurikulum 2013 di seluruh Indonesia dan kembali ke Kurikulum 2006.
Selama masa penundaan para guru diberikan pelatihan agar benar-benar siap
melaksanakan Kurikulum 2013. Menteri Anies juga memutuskan bahwa Ujian Nasional
(UN) bukan lagi penentu kelulusan. UN hanya untuk pemetaan dan syarat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sedangkan kelulusan siswa
ditentukan oleh sekolah.
Sementara
itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy
Chrisnandi mencanangkan gerakan penghematan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
pejabat negara. Selain memangkas perjalanan dinas hingga Rp 16 triliun, Menteri
Yuddy mengeluarkan aturan agar PNS tidak menggelar acara di hotel. Selain itu,
pejabat negara juga tidak diperbolehkan menggelar resepsi mewah dengan
pembatasan undangan maksimal 400 orang, atau ditambah 100 undangan untuk
keluarga dan teman dekat.
Beberapa
pencapaian memang telah dilakukan kabinet kerja Jokowi-Jk namun disamping
beberapa keberhasilannya tersebut hujan kritik deras berdatangan. Dari analisis
yang dilakukan di 6 media sosial oleh Plan C Institute yang dilansir Merdeka.com, dalam 100 hari kerja. trend
pemberitaan media tentang Jokowi 22,2 persen positif, 5,6 persen netral dan
72,2 persen negatif.
Tak
hanya itu pro-kontra pemilihan para menteri pun mencuat. Berdasarkan survei LSI
pada 27-28 Oktober, sebanyak 74,75 persen responden menunggu kerja konkret 34 menteri
Jokowi-JK. Masyarakat menunggu program-program prorakyat dari kabinet
Jokowi-JK. Dari 1.200 responden yang disurvei, sebanyak 16,83 persen menyatakan
tidak puas dengan menteri pilihan Jokowi-JK. Yang menyatakan puas lebih
sedikit, sekira 4,46 persen.
Selain
itu Lingkaran Survei Indonesia (LSI) juga menambahkan dalam sertaus hari kerja
pemerintahan Jokowi-Jk 42,29
persen puas dengan kinerja pemerintah dan 53,71 tidak puas. menurun drastis
dibanding dengan harapan dan dukungan saat terpilih menjadi presiden, bahkan
saat itu harapan publik berada pada 71,73 persen dan sisanya tidak terlalu
berharap. Survei dilakuakan pada 26-27 januari 2015 di 33 provinsi menggunakan quickpoll (smartphone LSI) denan metode
multistage random sampling. total koresponden yang dilibatkan sebanyak 1200
orang dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen
Kegaduhan
di segala sektor terjadi, tidak hanya di bidang politik tapi juga merambah
hingga ke bidang hukum, ekonomi dan sosial. Salah satunya dalam penempatan
menteri-menteri yang menggawangi sektor ekonomi. Penyusunan kabinet sudah sarat
akan metode bagi-bagi jabatan kepada mereka yang berjasa mengantar Jokowi
melenggang mulus menuju Istana Negara. Seperti halnya pengangkatan Menteri BUMN
Rini Soemarno, Menteri ESDM Sudirman Said serta jajaran direksi perusahaan plat
merah pun masih menghiasi kursi “apik” di dalam kabinet kerjanya. Melihat
situasi ini, bisa jadi Indonesia memasuki era mafia baru yang sarat akan balas
jasa.
Sebagai
seorang kepala negara dan kepala pemerintahan seharusnya Jokowi taat kepada
konstitusi. Sejumlah sikap, keputusan, dan kebijakan yang dijalankan Jokowi
selama menjabat sebagai kepala negara dianggap kontradiktif dengan konstitusi
yang ada, berbagai pihak menilai Presiden
Jokowi lemah dalam hal penegakan hukum.
Sinar
Jokowi mulai meredup, termasuk dimata relawannya selama kampanye pemilihan
presiden tahun lalu. Beberara kritik pedas pun berdatangan padahal dari
berbagai elemen. Kendali stir pemerintahan masih banyak di pertanyakan, padahal
sudah jelas Jokowi mempunyai hak penuh untuk menjalankan roda pemerintahan saat
ini. Namun nyatanya campur tangan Mega-Paloh masih terasa kuat mewarnai
jalannya pemerintahan. Komunikasi politik yang dijalin Jokowi pun tak
komunikasif kurangnya pengalaman dibidang politik menjadi faktor utama lemahnya
ketegasan sang presiden.
Akar
mulanya dari ketidakjelasan penggunaan tiga kartu sakti andalan Jokowi,
diantaranya Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu
Keluarga Sejahtera (KKS). Kartu-kartu sakti tersebut menjadi masalah paling
mendasar, mulai dari anggaran yang digunakan belum transparan serta sasaran nya
pun masih belum jelas. Padahal tak perlu mengeluarkan berbagai kartu sakti
asalkan anggaran yang digunakan tepat sasaran dan transparan yakin masyarakat
akan terpenuhi kebutuhan sosialnya.
Padahal
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) digadang-gadang
bisa mensejahterakaan 15 juta keluarga miskin di Indonesia ini bisa berjalan
dengan tepat. Beberapa Rumah sakit mengeluhkan masih adanya masyarakat yang
belum memahami program BPJS hingga mengalami hambatan pembiayaan bagi pasien
dan rumah sakit.
Tak hanya itu penyesuaian terhadap ruas-ruas anggaran APBN
juga harus begitu cermat mengikuti serangkaian program kesehatan yang dimulai
pemerintahan Jokowi pada tahun ini. Jangan sampai program yang menjadi andalan
mati di tengah jalan dan simpang siur anggaran yang digunakan menjadi hambatan
kedepannya. Mengukur tingkat kesejahteraan dengan menggunakan konsep kemampuan
masyarakat memenuhi kebutuhan dasar adalah yang paling sederhana, jaminan
sosial adalah bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat Indonesia
agar memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Bila kita membuka kembali file lama pada kepemimpinan presiden SBY program jaminan
kesejahteraan sosial nasional (JKSN) yang kemudian terwujud dalam bentuk
Jaminan Kesehatan Nasional dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu ke
niscayaan. Komitmen pemerintah dan DPR memberlakukan Undang-undang Jaminan
Kesejahteraan Sosial Nasional yang kemudian mengubah PT. Askes menjadi BPJS dan
PT. Jamsostek. BJPS ketenaga kerjaan adalah untuk mempercepat pemerataan
kesejahteraan sosial.
Progam bantuan ala Jokowi yang khas dengan sederet kartu-katu
sakti ini memerlukan pengaturan yang optimal. Baik berupa fasilitas pendukung
ataupun pendataan keluarga yang tepat sasaran. Sesuai dengan janji manis
Jokowi-Jk dalam kampanyenya program paket bantuan ini di harapkan benar-benar
dipergunakan untuk mensejahterakan, bukan sekedar bagi-bagi uang yang tak tepat
sasaran kemudian di hambur-hamburkan.
Program BPJS yang di harapkan menjadi solusi bagi
masayarakat kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan akan jaminan sosial malah
menjadi halangan bagi mereka, proses administrasi yang berbelit-belit hingga
ketersediaan obat mebuat masyarakat kecewa dengan BPJS. Setiap warga negara
Indonesia dan warga negara asing yang sudah berdiam di Indonesia selama 6 bulan
meski menjadi anggota BPJS, sesuai pasal 14 Undang-Undang BPJS. Jaminan
kesehatan yang sudah berjalan sejak tahun 2014 agar di siapkan lebih matang
baik dari segi pelayanan maupun insprastruktur hingga program BPJS dapat
berjalan dengan baik.
Sektor
Ekonomi ditandai dengan ketidakpastiannya pemerintah menaik-turunkan harga BBM,
simpang siur tentang harga menjadi kendala utama di masyarakat kelas bawah.
Dengan kenaikan harga BBM tersebut tentu saja masyarakat kalangan bawah yang
notabene terbesar di Indonesia merasakan dampak keresahan. Imbasnya segala
sektor bahan pokok pun melonjak hingga 100 persen bahkan lebih.
Sejumlah
langkah mengecewakan pun dilaksanakan diantaranya naik-turunnya harga bahan
bakar minyak. Pemerintah menaikkan harga BBM menjadi Rp 8.500 per liter disaat
harga minyak mentah dunia turun, namun kembali diturunkan sebanyak dua kali
hingga saat ini menjadi Rp 6.600 per liter. hasilnya BBM sudah turun tapi harga
sembako malah melambung. Tak hanya itu kebijakan menaikan BBM di ikuti oleh
naiknya harga gas elpiji 12 kg, tak ada kepastian jelas dari pemerintah padahal
harga-harga di pasar sudah terlanjur naik ke level paling tinggi.
Kebijakan
kontroversial dibidang penerbangan pun mencuat tentang penghpusan tiket murah
yang banyak memicu reaksi keras dari
banyak kalangan, salah satunya para backpacker
atau budget traveler. Padahal
pemberlakuan tiket murah sudah berlagsung sejak lama sebelum pemerintahan
jokowi saat ini. Kejadian ini merugikan banyak kalangan apalagi bagi para backpaker. Sudah jelas mau tak mau memaksa para backpacker untuk
memikirkan ulang perjalanan mereka dengan kondisi saat ini. Salah satu motto
backpaker “dengan biaya seminimal mungkin mendapatkan pengalaman yang semaksimal
mungkin” motto tersebut tak lagi menjadi patokan untuk keadaan saat ini.
Penghapusan harga tiket murah disinyalir kuat untuk
memperbaiki sistem keselamatan penerbangan, kendati demikian harga murah bukan
karena perusahaan maskapai acuh terhadap keselamatan penumpang. Padahal
maskapai penebangan hanya menekan biaya pelayanan sehingga harga tiket menjadi
murah bukan menekan standar keselamatan penerbangan itu sendiri.
Lahan tambang di bumi cendrawasih pun menjadi persoalan baru
pemerintah saat ini. Pemerintah Jokowi-JK dinilai tidak patuh amanat UU Minerba
yang mengharamkan perusahaan tambang mengekspor bahan mentah. Banyak kalangan
menuding perpanjangan izin yang diberikan pemerintah sengaja dilakukan di
tengah kegaduhan kisruh KPK-Polri. Sampai saat ini freeport menjadi polemik
besar bagi Indonesia, kekayaan alam Indonesia terus dinikmati oleh negara asing
padahal tak jauh dari lokasi penambangan masih banyak warga negara indonesia
yang membutuhkan jamianan kesehatan dan sosial yang memang sampai saat ini
masih belum merata.
Selain itu dari apa yang dilansir di merdeka.com, pemerintah berencana mengurangi setoran dividen
sebesar Rp 9 triliun dalam Rancangan APBN Perubahan 2015. Sejalan dengan itu,
pemerintah menambah alokasi dana Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk ekspansi
usaha perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp 48 triliun. Rencana
pengurangan setoran BUMN ke negara tidak logis. Pola pikir pemerintahan
Jokowi-JK mengada-ada. Sebenarnya pemerintah dapat menjadikan BUMN sebagai agen
untuk meraih pendapatan terbesar negara kedua selain pajak. bukan memutuskan
bakal memberikan suntikan dana kepada Kementerian BUMN.
Polemik Subsidi pun mencuat, pemerintah saat ini telah
mencabut subsidi untuk rakyat, tapi kemudian BUMN malah disubsidi dengan
anggaran milyaran rupiah, tak logis. Di mana logikanya, kenapa rakyat dicabut
subsidinya tapi BUMN mendapat kucuran dana yang sangat besar. Mudah-mudahan
uang itu tidak mampir ke kantong-kantong pribadi mafia Indonesia.
Tak hanya itu baru seratus hari bekerja konflik demi konflik
justru bertebaran, perseteruan antara KPK-Polri semakin memanas. Drama adu kuat
di pertontonkan ke publik, susul-menyusul para petinggi Polri dan KPK dijadikan
tersangka. Sejumlah Komisioner KPK pun dipidanakan kepolisian. Publik pun
murka, aksi memprotes kriminalisasi KPK terjadi di sejumlah daerah. Presiden
Jokowi di anggap tidak tegas dalam menyelesaikan kasus KPK dan Polri.
Rekomendasi soal jadi tidaknya Budi Gunawan dilantik menjadi kapolri juga tak
jelas karena Tim 9 dan Watimpres tak satu suara.
Seharusnya, konflik antara KPK dan Polri tak harus
berkepanjangan jika saja Jokowi dapat mengambil keputusan yang tegas dalam
kasus ini. Padahal masih banyak kasus yang lebih penting ketimbang perselisihan
tersebut, seperti halnya pemerataan pendidikan dan kesejahteraan daerah-daerah
tertinggal.
Memang 100 hari kerja tak menjadi tolak ukur lima tahun
kedepan, tapi dengan kondisi seperti ini sudah banyak kegaduhan di pemerintahan
yang merugikan warga negara. Cerminan kekisruhan saat ini seharusnya menjadi
tolak ukur pemerintahan Jokowi-Jk bukan hanya menjadi alat penyalur kekuasaan
Mega-Paloh semata.
Tak menutup kemungkinan jika pemerintahan Jokowi tetap
seperti ini seratus hari kedepan Indonesia akan mempunyai presiden yang baru,
pengendali stir pemerintahan. Pemerintahan Jokowi-Jk harus segera di benahi dan
dievaluasi. Kisruh yang terjadi belakangan ini dalam pemerintahan Jokowi dapat
menjadi celah bagi lawan politik nya untuk menjatuhkan Jokowi. Senada dengan
itu lawan politik pemerintahan Jokowi pun tak akan tinggal diam melihat peluang
penjegalan Jokowi, apalagi dengan kondisi saat ini dapat menjadi peluang besar
bagi mereka melenggang mulus ke Istana.
Melemahnya pemerintahan Jokowi diakbibatkan ulah KIH sendiri,
selain itu jokowi melakukan kesalahan karena melilih sejumlah pejabat yang tak
tepat dalam jajaran kabinetnya. Layaknya seorang Kapten dalam kapal tempur
menunjuk sang teknisi mesin untuk menjadi navigator perang. Fatalnya jika tetap
seperti ini pada dua tahun ke dapan berbagai lapisan elemen masyarakat di
Indonesia akan menuntut Jokowi untuk hengkang dari kursi tertinggi di Indonesia
serta akan terjadi Revolusi Indonesia.
Seruan-seruan suara para aktivis sama sekali tak didengar,
angin berlalu senada tanggapan yang di lontarkan oleh pemerintah, tak digubris.
Kemelut bola panas perpolitikan semakin mencuat, laras-laras panjang disiapkan
para panglima politik di medan konsolidasi pemerintahan. Satu demi satu
dijatuhkan dihadapan masyarakat awam, pamer kekuatan terus gencar diserukan.
Titik terang yang diharap hanya berkabut gelap pada awan hitam yang semakin
pekat. Meruncing, ya, tertawa sedu berpola penghakiman gemar diserukan seakan
ia dewa tak ber-dosa. // (Calam
Rahmat)//
0 komentar:
Posting Komentar