Oleh: Calam Rahmat
Orientasi Studi dan
Pengenalan Kampus atau Ospek merupakan momentum
bersejarah bagi setiap siswa yang memasuki pintu gerbang perguruan tinggi. Ospek
dengan seluruh rangkaian acaranya merupakan sarana awal pembentukan watak bagi
seorang mahasiswa baru. Dengan kata lain, baik tidaknya kepribadian mahasiswa
di sebuah perguruan tinggi ditentukan oleh baik tidaknya pelaksanaan Ospek di perguruan tinggi tersebut
Orientasi Mahasiswa, dua buah kata yang mungkin akan
mengantarkan pikiran kita pada sebuah bayangan mengenai kegiatan dimana
mahasiswa baru “disambut” dengan berbagai cara “unik” oleh seniornya. Menjadi
sebuah kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun hampir di setiap kampus
yang ada di dunia, membuat orientasi mahasiswa seakan ada sebagai sebuah gerbang
awal untuk menyambut bibit-bibit baru yang akan berjuang di kampus tersebut.
Titik awal peresmian kata “maha” akan melekat dibelakang
kata siswa.
Selama Ospek berlangsung, maba memberikan kesan pertama terhadap fakultas, alamater, dan senior. Kalangan mahasiswa baru pun memaknai Ospek secara beragam. Ada yang memandang Ospek secara positif, ada juga yang memandang Ospek dengan skeptis dan menilainya sebagai kegiatan yang sama sekali tidak berarti.
Selama Ospek berlangsung, maba memberikan kesan pertama terhadap fakultas, alamater, dan senior. Kalangan mahasiswa baru pun memaknai Ospek secara beragam. Ada yang memandang Ospek secara positif, ada juga yang memandang Ospek dengan skeptis dan menilainya sebagai kegiatan yang sama sekali tidak berarti.
Dalam Ospek kalian ditatar, dilatih, digembleng untuk
menjadi seorang mahasiswa yang tangguh dan bermental baja dan
tentunya menjadi mahasiswa yang pintar tapi tidak sok tahu . Kegiatan Ospek
merupakan kawah candradimuka untuk kalian yang mau jadi mahasiswa yang berotot
kawat tulang besi dan tentunya berotak genius serta beretika dan bernurani
luhur.
Harus ada esensi yang bisa diambil dari
setiap hal yang dilakukan dan bersifat baik untuk kehidupan mereka di kampus
selanjutnya, misalnya: Menumbuhkan kekompakan di dalam satu angkatan, Menambah
pengetahuan, Menimbulkan rasa kepemimpinan (leadeship), Melepaskan kepribadian
SMA yang kurang baik, dan beralih kepada kepribadian mahasiswa yang baik,
Mahasiswa baru bukanlah (maaf) binatang, atau
benda mati yang dapat diperlakukan semena-mena sesuai keinginan senior. Mereka
juga adalah manusia, sama seperti seniornya, yang memiliki batas ketahanan
fisik dan mental. Perlakuan yang melanggar ketahanan fisik dan mental peserta
merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Panitia Ospek harus
menjunjung tinggi hal tersebut.
Proses Ospek adalah proses kaderisasi yang dibutuhkan
untuk organisasi kemahasiswaan, sehingga keberadaannya harus tetap
dipertahankan dengan tingkat fleksibilitas terhadap perubahan zaman dan tidak
terpasung oleh tradisi semu yang memakan korban. Proses represivitas terhadap Ospek
harus dijawab dengan sebuah transformasi proses kaderisasi yang tidak memakan
korban. Transformasi tersebut menuntut sebuah kreativitas dalam menjawab
perubahan paradigma masyarakat.
Di beberapa kampus Ospek diisi oleh kegiatan yang
lebih variatif, selain pembebanan tugas, ada pula kegiatan seperti simulasi
aksi dan acara-acara games ringan. Namun, adapula kampus yang
memberikan tekanan lebih terhadap para junior mereka dengan cara pelatihan
mental atau fisik yang sifatnya masih cukup ringan. Di sisilain, masih ada pula
kampus-kampus yang menerapkan aksi kekerasan.
Tak dapat dimungkiri lagi, Ospek sebelum
memasuki dunia kampus sangatlah dibutuhkan, apa pun metodenya. Di momen inilah
perubahan-perubahan awal dari siswa menjadi mahasiswa dilakukan. Setuju atau
tidak setuju, Ospek tetap dibutuhkan oleh para mahasiswa baru untuk
memahasiswakan mereka setelah melewati fase siswa. Namun yang menjadi
pertanyaan ialah metode Ospek apakah yang ideal bagi para mahasiswa baru
agar mereka dapat memahami makna dari status mahasiswa yang kini mereka
sandang.
Apa pun
metodenya, yang terpenting ialah metode tersebut tidak menyimpang dari garis
orbit Ospek sebagai sarana memahasiswakan siswa. Setidaknya hal yang perlu
ditanamkan para senior kepada para juniornya saat Ospek ialah mengubah
paradigma berpikir para mahasiswa baru agar dapat berpikir kritis dan global
terhadap apa yang sedang dialami oleh bangsa ini
Tapi selepas
dari itu, Perlu dilakukan perencanaan dan pola yang matang berdasarkan esensi
yang diharapkan sebagai “GOAL”. Setelah pola diperoleh, perlu
sosialisasi ke mahasiswa senior dan panitia, kemudian perlu dilakukan simulasi
kegitan tersebut. Dengan konsep yang jelas, dan kemungkinan kemungkinan yang
akan terjadi telah diketahui, maka seluruh pihak akan mudah mengatur kegitan
tersebut, sehingga Ospek bernuansa positif akan muncul, barulah terlihat
kegitan-kegiatan yang menjurus pada perubahan watak.
Kalau takut
acara ospek menjadi tidak seru atau tidak berbobot karena sikap pasif dan
plegmatis mahasiswa baru maka tidak menjadikan penghalalan sifat dan fungsi
tugas Komite disiplin (Komdis) seperti skenario sinetron untuk dimunculkan agar
memberikan kekerasan verbal terhadap maba guna memunculkan sikap krits dari
maba.
Jika gerakan
mahasiswa, yang sudah memiliki citra sebagai garis depan perjuangan
demokratisasi di Indonesia ingin membuka dan membebaskan, serta memberikan
pemahaman akan kondisi obyektif masyarakat, maka format Ospek sekarang harus
sesegera mungkin diubah. Ospek saat ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga
perjuangan kepentingan mahasiswa (SPP, fasilitas akademis, kebebasan akademis)
dapat dipenuhi lawan abadi mereka, pihak rektorat yang reaksioner. Selain itu,
unsur-unsur kerakyatan, yaitu keterlibatan mahasiswa dalam problem keseharian
rakyat harus diberikan. Caranya adalah membawa mahasiswa ke dalam masyarakat
yang tertindas dan membentuk interaksi dengan masyarakat yang memungkinkan
terbukanya cakrawala pemikiran para mahasiswa baru
Kenangan dalam Ospek hanya menciptakan
romantisme tertentu ketika diceritakan beberapa waktu setelah Ospek, namun
tentunya setiap orang tidak ingin mengalami Ospek untuk beberapa kali lagi. Ini
merupakan bukti bahwa setiap orang tidak menginginkan Ospek terjadi lagi dalam
hidup mereka. Hal inilah sebenarnya yang dapat menjadi tolak ukur
keberhasilan apakah Ospek berhasil atau tidak, bukan ditinjau dari apakah Ospek
sudah berjalan sesuai schedule atau penilaian otoristik secara sepihak oleh
panitia.
Hal yang menyenangkan akan selalu diingat
sebagai kenangan yang menyenangkan bukannya hal yang membosankan karena
membuang waktu dan tidak menimbulkan trauma, selain juga karena
pembentukan karaktrer harus dilakukan secara bertahap serta terencana sehingga
tidak akan menghasilkan generasi instan.