Jurnalistik

Curug Cilengkrang Jurnalistik 2013

Writer

Menulislah selagi kau mampu

Jurnalistik A 2013

at Dragon Village

Rabu, 29 Juli 2015

BUKAN MENCETAK MAHASISWA INSTAN


Oleh: Calam Rahmat

Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau Ospek merupakan momentum bersejarah bagi setiap siswa yang memasuki pintu gerbang perguruan tinggi. Ospek dengan seluruh rangkaian acaranya merupakan sarana awal pembentukan watak bagi seorang mahasiswa baru. Dengan kata lain, baik tidaknya kepribadian mahasiswa di sebuah perguruan tinggi ditentukan oleh baik tidaknya pelaksanaan Ospek di perguruan tinggi tersebut
Orientasi Mahasiswa, dua buah kata yang mungkin akan mengantarkan pikiran kita pada sebuah bayangan mengenai kegiatan dimana mahasiswa baru “disambut” dengan berbagai cara “unik” oleh seniornya. Menjadi sebuah kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun hampir di setiap kampus yang ada di dunia, membuat orientasi mahasiswa seakan ada sebagai sebuah gerbang awal untuk menyambut bibit-bibit baru yang akan berjuang di kampus tersebut.
Titik awal peresmian kata “maha” akan  melekat dibelakang kata siswa.
Selama Ospek berlangsung, maba memberikan kesan pertama terhadap fakultas, alamater, dan senior. Kalangan mahasiswa baru pun memaknai Ospek secara beragam. Ada yang memandang Ospek secara positif, ada juga yang memandang Ospek dengan skeptis dan menilainya sebagai kegiatan yang sama sekali tidak berarti.
Dalam Ospek kalian ditatar, dilatih, digembleng untuk menjadi seorang mahasiswa yang tangguh dan bermental baja dan tentunya menjadi mahasiswa yang pintar tapi tidak sok tahu . Kegiatan Ospek merupakan kawah candradimuka untuk kalian yang mau jadi mahasiswa yang berotot kawat tulang besi dan tentunya berotak genius serta beretika dan bernurani luhur.
Harus ada esensi yang bisa diambil dari setiap hal yang dilakukan dan bersifat baik untuk kehidupan mereka di kampus selanjutnya, misalnya: Menumbuhkan kekompakan di dalam satu angkatan, Menambah pengetahuan, Menimbulkan rasa kepemimpinan (leadeship), Melepaskan kepribadian SMA yang kurang baik, dan beralih kepada kepribadian mahasiswa yang baik,
Mahasiswa baru bukanlah (maaf) binatang, atau benda mati yang dapat diperlakukan semena-mena sesuai keinginan senior. Mereka juga adalah manusia, sama seperti seniornya, yang memiliki batas ketahanan fisik dan mental. Perlakuan yang melanggar ketahanan fisik dan mental peserta merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Panitia Ospek harus menjunjung tinggi hal tersebut.
Proses Ospek adalah proses kaderisasi yang dibutuhkan untuk organisasi kemahasiswaan, sehingga keberadaannya harus tetap dipertahankan dengan tingkat fleksibilitas terhadap perubahan zaman dan tidak terpasung oleh tradisi semu yang memakan korban. Proses represivitas terhadap Ospek harus dijawab dengan sebuah transformasi proses kaderisasi yang tidak memakan korban. Transformasi tersebut menuntut sebuah kreativitas dalam menjawab perubahan paradigma masyarakat.
Di beberapa kampus Ospek diisi oleh kegiatan yang lebih variatif, selain pembebanan tugas, ada pula kegiatan seperti simulasi aksi dan acara-acara games ringan. Namun, adapula kampus yang memberikan tekanan lebih terhadap para junior mereka dengan cara pelatihan mental atau fisik yang sifatnya masih cukup ringan. Di sisilain, masih ada pula kampus-kampus yang menerapkan aksi kekerasan.
Tak dapat dimungkiri lagi,  Ospek sebelum memasuki dunia kampus sangatlah dibutuhkan, apa pun metodenya. Di momen inilah perubahan-perubahan awal dari siswa menjadi mahasiswa dilakukan. Setuju atau tidak setuju, Ospek tetap dibutuhkan oleh para mahasiswa baru untuk memahasiswakan mereka setelah melewati fase siswa. Namun yang menjadi pertanyaan ialah metode Ospek apakah  yang ideal bagi para mahasiswa baru agar mereka dapat memahami makna dari status mahasiswa yang kini mereka sandang.
 Apa pun metodenya, yang terpenting ialah metode tersebut tidak menyimpang dari garis orbit Ospek sebagai sarana memahasiswakan siswa. Setidaknya hal yang perlu ditanamkan para senior kepada para juniornya saat Ospek ialah mengubah paradigma berpikir para mahasiswa baru agar dapat berpikir kritis dan global terhadap apa yang sedang dialami oleh bangsa ini
Tapi selepas dari itu, Perlu dilakukan perencanaan dan pola yang matang berdasarkan esensi yang diharapkan sebagai “GOAL”. Setelah pola diperoleh, perlu sosialisasi ke mahasiswa senior dan panitia, kemudian perlu dilakukan simulasi kegitan tersebut. Dengan konsep yang jelas, dan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi telah diketahui, maka seluruh pihak akan mudah mengatur kegitan tersebut, sehingga Ospek bernuansa positif akan muncul, barulah terlihat kegitan-kegiatan yang menjurus pada perubahan watak.
Kalau takut acara ospek menjadi tidak seru atau tidak berbobot karena sikap pasif dan plegmatis mahasiswa baru maka tidak menjadikan penghalalan sifat dan fungsi tugas Komite disiplin (Komdis) seperti skenario sinetron untuk dimunculkan agar memberikan kekerasan verbal terhadap maba guna memunculkan sikap krits dari maba.
Jika gerakan mahasiswa, yang sudah memiliki citra sebagai garis depan perjuangan demokratisasi di Indonesia ingin membuka dan membebaskan, serta memberikan pemahaman akan kondisi obyektif masyarakat, maka format Ospek sekarang harus sesegera mungkin diubah. Ospek saat ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga perjuangan kepentingan mahasiswa (SPP, fasilitas akademis, kebebasan akademis) dapat dipenuhi lawan abadi mereka, pihak rektorat yang reaksioner. Selain itu, unsur-unsur kerakyatan, yaitu keterlibatan mahasiswa dalam problem keseharian rakyat harus diberikan. Caranya adalah membawa mahasiswa ke dalam masyarakat yang tertindas dan membentuk interaksi dengan masyarakat yang memungkinkan terbukanya cakrawala pemikiran para mahasiswa baru
Kenangan dalam Ospek hanya menciptakan romantisme tertentu ketika diceritakan beberapa waktu setelah Ospek, namun tentunya setiap orang tidak ingin mengalami Ospek untuk beberapa kali lagi. Ini merupakan bukti bahwa setiap orang tidak menginginkan Ospek terjadi lagi dalam hidup mereka. Hal inilah sebenarnya yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan apakah Ospek berhasil atau tidak, bukan ditinjau dari apakah Ospek sudah berjalan sesuai schedule atau penilaian otoristik secara sepihak oleh panitia.
Hal yang menyenangkan akan selalu diingat sebagai kenangan yang menyenangkan bukannya hal yang membosankan karena membuang waktu dan tidak menimbulkan trauma, selain juga karena pembentukan karaktrer harus dilakukan secara bertahap serta terencana sehingga tidak akan menghasilkan generasi instan.


Minggu, 10 Mei 2015

POLEMIK PERS DIKALANGAN MAHASISWA


Indonesia merupakan negara hukum berbasis Undang-Undang dan Pancasila. Setiap kebijakan yang keluar harus tetap berlandaskan kedua hal tersebut. Sejalan dengan itu kebebasan berpendapat masih penuh dengan resiko yng ditangung oleh jurnalis. Dengan sistem yang dianggap belum sesuai dengan apa yang terjadi saat ini. Carut marut kontrol peraturan jalannya kebijakan menjadi permasalahan utama bangsa ini. Pilar ke empat bangsa harus tetap menjadi pengontrol stabilisasi semua permasalahan. Sejalan dengan itu jurnalis bukan hanya sebagai Agent of change namun harus sebagai Agent of control.
Berbagai informasi mengenai kebijakan tak jarang masih dianggap sebagai omongon belaka. Kurangnya pengawasan membuat banyaknya kebijakan menjadi simpangsiur bahkan tak jarang membuat kontroversial. Semua itu  terus bertebaran tanpa ada saringan yang jelas. Disinilah Lembaga pers masih menjadi muatan utama untuk menyaring berbagai informasi kebijakan yang dianggap masih belum terselesaikan. Sehingga, seyogyanya lembaga pers menjadi sebuah corong informasi yang dapat dipercaya dimana setiap informasinya harus faktual dan mendalam.
Sebagai suatu lembaga seharusnya pers dapat menjaga idealismenya untuk tetap memberikan sebuah informasi dengan data yang akurat dan mendalam tanpa memihak siapapun. Persoalan yang terus bergentayangan saat ini, pers masih memposisikan diri sebagai jalur alternatif dari sebuah tangan kekuasaan tertentu. Bahkan, hanya sekedar menjadi jembatan penyampai informasi semata bukan memperbaiki dan mengkritisisasi informasi tersebut.
Lembaga pers memang tak selamanya menjadi acuan untuk setiap hal yang ada dan terjadi saat ini. Namun, pers menjadi tolak ukur pertama tak kala beberapa peristiwa masih simpang-siur. Disamping itu seorang jurnalis lah yang menjadikan sebuah informasi layak atau tidaknya menjadi sebuah berita untuk dikonsumsi publik.  Suatu informasi yang disajikan sebuah lembaga pers terletak dari segi mana seorang Jurnalis dapat mengolah informasi tersebut dengan baik. Entah itu berpihak pada suatu organ tertentu, benar atau salah nya informasi itu tergantung Jurnalis yang menangani peristiwa, karena hanya dia yang tahu pasti mengenai kejadian tersebut.
Pengalaman empiris menunjukkan tingkat kematangan pers dikalangan mahasiswa, disamping keterkaitannya dengan aktivitas pergerakan dan perjuangan. Mahasiswa yang terbina dalam suara kebebasan, memiliki hak mutlak untuk memberikan gagasan tajam tentang permasalahan yang terjadi. Lembaga pers menjadi wadah yang ideal tak kala suara mereka masih belum didengar. Sementara itu, kalangan kekuasaan birokrat dengan kecenderungan otoriteristik memandang pers hanyalah sekedar alat penanaman opini yang efektif, tak lebih.
Ditingkatan Perguruan Tinggi sebuah lembaga pers masih menempati posisi yang cukup tajam untuk memberikan informasi kepada seluruh civitas akademisi yang ada di lingkungan tersebut. Namun, seyogyanya lembaga pers kalangan mahasiswa dapat lepas dari cengkraman tangan instansi. Kucuran dana yang mengalir dari instansi masih sangat terasa dibeberapa Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), mati tidak nya LPM masih ditentukan oleh instansi terkait. Seharusmya LPM menjadi lembaga yang benar-benar independen tanpa campur tangan lembaga pemerintah maupun instansi perguruan tinggi.
Sebuah polemik terjadi tak kala LPM yang seharusnya menjadi corong suara mahasiswa, kini dibatasi dengan aturan mengikat yang dikeluarkan instansi. Bahkan,  hanya sekedar lahan penampung obral janji semata para birokrat. Faktanya, memang benar informasi yang mereka berikan sangat akurat. Namun masih ada beberapa informasi yang dipandang tak perlu dipublikasikan, inilah akibat dari ketergantungan terhadap suatu instansi. Seperti halnya sebuah informasi yang sengaja tidak dimunculkan karena alasan takut akan adanya penghentian kucuran dana dari instansi terkait.
LPM seharusnya dapat menjadi sebuah corong informasi yang lebih akurat dan tajam terhadap permasalahan yang terjadi kampus, bukan hanya sekedar memberikan informasi semata. Karena disinilah suara kebenaran akan terlihat ke permukaan dengan sekat yang seharusnya terbuka. Keberpihakan suatu LPM memang tidak terlihat jelas, baik dari setiap Jurnalis yang mengisi disetiap lembaran tabloid, buletin, majalah maupun situs online LPM. Namun, semua itu dapat terbaca dari hasil dan sajian sebuah tulisan yang dipandang kurang tajam terhadap apa yang ada di lapangan.
Kediktatoran seorang pemimpin lembaga pers mempunyai andil yang sangat berharga dalam pemisahan diri suatu LPM dengan instansi resmi. Seharusnya pemimpin LPM dapat berdiri di barisan terdepan untuk mengkritisasi instansi karena suara mereka dibatasi dengan aturan yang tak seimbang.  Apalagi sudah jelas diatur dalam Undang-Undang, publik berhak mendapatkan informasi yang benar. Maka dari itu, seharusnya LPM Bukan hanya sekedar menjelaskan tutur kata yang keluar dari para birokrat semata, tapi mengupas habis semua kejanggalan yang terjadi.
Polemik kekuasaan dan pencitraan hanya demi jabatan tertentu disebuah instansi menjadi tolak ukur sebuah LPM tak akan berpaling dari segala cengkraman kediktatoran instansi. Mati dan hidup sebuah LPM masih diukur dengan kucuran dana instansi terkait. Seharusnya tidak demikian, mereka harus benar-benar lepas dari keterikatan tersebut. Agar suara yang ideal dapat terus mengalir dari tangan-tangan akademisi yang berintelektual tanpa pilih asa.

Seharusnya suara Jurnalis menjadi lebih tajam dari hanya sekedar membagikan informasi semata. Suara yang mengacu pada kepentingan publiklah tetap menjadi prioritas utama sudut pandang seorang jurnalis dalam menggali sebuah informasi. Hasilnya LPM akan menjadi bumerang tajam untuk meleburkan birokrat tak berintelektual yang hanya memperdulikan perut dan sandangnya saja. Semoga!! (Calam Rahmat)

Jumat, 17 April 2015

Bis Kota

Tuhan dan aku sekiranya sangat bersahabat, aku tak mengerti apa yang di inginkan Tuhan. Namun Tuhan tau apa yang selalu aku inginkan, segala yang telah aku  perbuat tak semuudah apa yang aku pikirkan.

Aku tak mengerti cara Tuhan membuat semua nya bisa terhubung satu sama lain,  namun aku sangat mengerti dengan segala hal itu. Karena aku menyaksikannya.

Aku bertemu dengannya "Rose" di pagi yang cerah diatas bis kota yang indah. Saat itu aku berencana peri ke toko buku jauh ke utara dari tempat ku tinggal. Mataku tak lepas dr arah tempat duduk rose.

Baju merah marun dengan balutan kerudung yg sederhana membuat rose semakin terlihat berbeda. Bis pun semakin penuh dengan org-org, rose tak terlihat tertutupi oleh segelintir org.

Bis berhenti beberapa org turun di tempat ini. Jarak pandangku mulai kembali lagi namun rose tak berada di tempat duduk nya semula. Terlihat dari bis yang berjalan rose memasuki sebuah tempat persis seperti sebuah kampus swasta. Namun kabur oleh laju bis yg lumayan cepat.

Hentakan napas keluar dr dalam diri, rasa penasaran terus ada, entah kapan aku bisa bertemu lagi dengannya. Mungkin nanti, tapi entah kapan waktu it datang. Setelah itu bis berhenti namun bukan tepat di tempat tujuan ku. Terdengar seruan suara kecewa dari para penumpang entah apa yg terjadi di depan sana, aku pun turun krn semua penumpang turun di tempat ini.

Tempat ini begitu ramai, banyak org lalulalang, entah apa yg mereka cari di sini. Saling gandeng satu sama lain pun terlihat, banyak pasangan muda-mudi saling romantis. Sebenarnya ini tempat apa? Aku kira ini hanya sebatas alun-alun taman kota temat keluarga berkumpul di akhir pekan. Membuang penat selama seminggu ke belakang yg sibuk satu sama lain.

Sebenarnya aku bingung entah apa yg akan aku perbuat di tempat seramai ini, apalagi aku hanya seorang diri. Yahh aku hanya berjalan kesana kemari mencari sesuatu yg bisa membuatku terhibur.

Tak lama berselang ku lihat dari jauh keramaian penuh sesak di ujung dekat sebuah tempat makan sederhana. Aku mendekat penasaran apa yg terjadi disana.

Tak kusangka seorang laki-laki yang tak lagi muda sedang membuat sesuatu yg sangat indah. Permainan warna pada kanvas dengan tangan renta nya begitu sangat cekatan. Goresan titik demi titik dan garis terus mengisi kanvas putih nan kosong itu.

Rasa kagum selaras keluar dari gemuruh org di sekitar itu. Wahh luar biasa lukisannya sangat indah sekali, suara yg pelan terdengar jelas pendapat seoarang ibu. Aku mulai tertarik kulihat kakek itu hingga lukisan terakhirnya selesai.

Tak terasa senja datang aku bergegas menuju toko buku tak jauh dr tempat ku sekarang ini hanya 15 menit jika aku menaiki kendaraan umum. Lalu lalang keramaian sore semakin padat alun alun pun semakin ramai. Satu dua org berdatangan berpasangan, muda mudi bergandengan dengan mesranya.

Hari itu aku lewati dengan rasa senang walaupun pada awalnya bingung. Buku yang ku cari sekarang ada di tangan ku. Tapi ada satu hal yang membuat hati ku tak tenang. Kejadian sekilas di Bis Kota pagi itu, masih jelas sosok yang berbeda baju merah marun dengan kerudung sederhana. Aku masih penasaran siapa dia.

Buku itu ku baca selesai 3 hari 21 jam luamayan menambah senuah titik di dalam kamus otak. Ya hari ini aku kembali pergi menggunakan Bis Kota satu setengah jam menunggu dan akhirnya Bis un terlihat. 

Perasaan apa ini baru dua langkah memasuki Bis Kota ini gemetar detak jantung pun cepat, tak sengaja kembali aku melihatnya naik bis yg sama. Bis pun penuh hanya satu kursi yg kosong baris ke empat dari depan sebelah kiri dekat jendela, aku pun duduk disamping seorang gadis.

Hey, boleh disini? :)
Oh ia silahkan :)
Perasaan kemarin kita jga satu bis yah? 
Mmm iiiiaa,
Aku Rose :)
Aku Alan :')

To be continue ...

KETIKA BARA TAK MENJADI API

"One Hundred day Jokowi-Jk"

Jokowi, menyapa ribuan relawan yang menghadiri konser 'Salam Dua Jari' di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (5/07/2014). Acara tersebut dihadiri ribuan relawan dan ratusan artis pendukung Jokowi-Jk.

Masih teringat jelas dalam memory publik bagaimana kala itu saat kampanye Pemilihan Presiden di Gelora Bung Karno (GBK). Euforia masyarakat benar-benar luar biasa dengan semangat Jokowi menyerukan janji-janji manis kampanyenya. Tepat pada 27 Januari 2015 terhitung sejak dilantik pada 20 Oktober 2014 Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-Jk sudah mencapai 100 hari kerja. Perjalanan pemerintahan Jokowi-Jk masih banyak mengundang hujan kritik dari berbagai elemen, disamping penerapan revolusi mental yang diusung untuk kabinet kerjanya.
Setelah dilantik memang sejumlah anggota kabinet pun langsung tancap gas. Seperti halnya yang dilansir liputan6.com, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, ia unjuk gigi dengan mengibarkan perang terhadap pencurian ikan di perairan Indonesia. Kerugian akibat pencurian ikan diklaim mencapai Rp 300 triliun per tahun. Dengan pengalaman nya dalam bisnis di bidang kelautan, Susi melakukan tindakan yang memang jarang dilakukan oleh menteri sebelumnya.
Sejumlah kapal asing pencuri ikan akhirnya diledakan dan 3 kapal asing asal Vietnam juga ditenggelamkan di Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau. Hal serupa juga dilakukan Menteri Susi pada 2 kapal berbendera Papua Nugini di perairan Ambon. Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menangkap kapal besar yakni kapal MV Hai Fa. Saat merapat di Pelabuhan Wanam Merauke, kapal berbendera Panama yang memiliki bobot mati 4.306 gross ton ini merupakan kapal terbesar yang berhasil ditangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pembangunan pelabuhan pun mulai digenjot. Pelabuhan Muarajati di Kota Cirebon, Jawa Barat ini misalnya, yang akan segera dikembangkan dan diperluas menjadi 50 hektare mulai pertengahan 2015 dengan anggaran Rp 1,2 triliun. Pelabuhan ini nantinya bisa menampung lebih banyak kapal besar dan bisa menunjang Pelabuhan Tanjungpriok dan Semarang. Pelabuhan ini juga merupakan salah satu dari pengembangan 24 pelabuhan untuk menunjang poros maritim.
Di bidang transportasi, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga membenahi carut marut dunia penerbangan bermula dari kasus jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura. Saat persoalan izin penerbangan terungkap, pesawat AirAsia akhirnya dijatuhi sanksi karena melanggar izin penerbangan. Melalui investigasi lebih lanjut pelanggaran juga ditemukan pada 5 maskapai lain, yaitu Garuda Indonesia, Lion Air, Wings Air, Trans Nusa, dan Susi Air. Ke 5 maskapai tersebut beserta pejabat yang terlibat dikenakan sanksi, sementara 61 penerbangan dibekukan.
Dibidang pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memutuskan menunda pelaksanaan Kurikulum 2013 di seluruh Indonesia dan kembali ke Kurikulum 2006. Selama masa penundaan para guru diberikan pelatihan agar benar-benar siap melaksanakan Kurikulum 2013. Menteri Anies juga memutuskan bahwa Ujian Nasional (UN) bukan lagi penentu kelulusan. UN hanya untuk pemetaan dan syarat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sedangkan kelulusan siswa ditentukan oleh sekolah.
Sementara itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mencanangkan gerakan penghematan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pejabat negara. Selain memangkas perjalanan dinas hingga Rp 16 triliun, Menteri Yuddy mengeluarkan aturan agar PNS tidak menggelar acara di hotel. Selain itu, pejabat negara juga tidak diperbolehkan menggelar resepsi mewah dengan pembatasan undangan maksimal 400 orang, atau ditambah 100 undangan untuk keluarga dan teman dekat.

Beberapa pencapaian memang telah dilakukan kabinet kerja Jokowi-Jk namun disamping beberapa keberhasilannya tersebut hujan kritik deras berdatangan. Dari analisis yang dilakukan di 6 media sosial oleh Plan C Institute yang dilansir Merdeka.com, dalam 100 hari kerja. trend pemberitaan media tentang Jokowi 22,2 persen positif, 5,6 persen netral dan 72,2 persen negatif.
Tak hanya itu pro-kontra pemilihan para menteri pun mencuat. Berdasarkan survei LSI pada 27-28 Oktober, sebanyak 74,75 persen responden menunggu kerja konkret 34 menteri Jokowi-JK. Masyarakat menunggu program-program prorakyat dari kabinet Jokowi-JK. Dari 1.200 responden yang disurvei, sebanyak 16,83 persen menyatakan tidak puas dengan menteri pilihan Jokowi-JK. Yang menyatakan puas lebih sedikit, sekira 4,46 persen.
Selain itu Lingkaran Survei Indonesia (LSI) juga menambahkan dalam sertaus hari kerja pemerintahan Jokowi-Jk 42,29 persen puas dengan kinerja pemerintah dan 53,71 tidak puas. menurun drastis dibanding dengan harapan dan dukungan saat terpilih menjadi presiden, bahkan saat itu harapan publik berada pada 71,73 persen dan sisanya tidak terlalu berharap. Survei dilakuakan pada 26-27 januari 2015 di 33 provinsi menggunakan quickpoll (smartphone LSI) denan metode multistage random sampling. total koresponden yang dilibatkan sebanyak 1200 orang dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen
Kegaduhan di segala sektor terjadi, tidak hanya di bidang politik tapi juga merambah hingga ke bidang hukum, ekonomi dan sosial. Salah satunya dalam penempatan menteri-menteri yang menggawangi sektor ekonomi. Penyusunan kabinet sudah sarat akan metode bagi-bagi jabatan kepada mereka yang berjasa mengantar Jokowi melenggang mulus menuju Istana Negara. Seperti halnya pengangkatan Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri ESDM Sudirman Said serta jajaran direksi perusahaan plat merah pun masih menghiasi kursi “apik” di dalam kabinet kerjanya. Melihat situasi ini, bisa jadi Indonesia memasuki era mafia baru yang sarat akan balas jasa.
Sebagai seorang kepala negara dan kepala pemerintahan seharusnya Jokowi taat kepada konstitusi. Sejumlah sikap, keputusan, dan kebijakan yang dijalankan Jokowi selama menjabat sebagai kepala negara dianggap kontradiktif dengan konstitusi yang ada,  berbagai pihak menilai Presiden Jokowi lemah dalam hal penegakan hukum.
Sinar Jokowi mulai meredup, termasuk dimata relawannya selama kampanye pemilihan presiden tahun lalu. Beberara kritik pedas pun berdatangan padahal dari berbagai elemen. Kendali stir pemerintahan masih banyak di pertanyakan, padahal sudah jelas Jokowi mempunyai hak penuh untuk menjalankan roda pemerintahan saat ini. Namun nyatanya campur tangan Mega-Paloh masih terasa kuat mewarnai jalannya pemerintahan. Komunikasi politik yang dijalin Jokowi pun tak komunikasif kurangnya pengalaman dibidang politik menjadi faktor utama lemahnya ketegasan sang presiden.
Akar mulanya dari ketidakjelasan penggunaan tiga kartu sakti andalan Jokowi, diantaranya Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Kartu-kartu sakti tersebut menjadi masalah paling mendasar, mulai dari anggaran yang digunakan belum transparan serta sasaran nya pun masih belum jelas. Padahal tak perlu mengeluarkan berbagai kartu sakti asalkan anggaran yang digunakan tepat sasaran dan transparan yakin masyarakat akan terpenuhi kebutuhan sosialnya.
Padahal Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) digadang-gadang bisa mensejahterakaan 15 juta keluarga miskin di Indonesia ini bisa berjalan dengan tepat. Beberapa Rumah sakit mengeluhkan masih adanya masyarakat yang belum memahami program BPJS hingga mengalami hambatan pembiayaan bagi pasien dan rumah sakit.
Tak hanya itu penyesuaian terhadap ruas-ruas anggaran APBN juga harus begitu cermat mengikuti serangkaian program kesehatan yang dimulai pemerintahan Jokowi pada tahun ini. Jangan sampai program yang menjadi andalan mati di tengah jalan dan simpang siur anggaran yang digunakan menjadi hambatan kedepannya. Mengukur tingkat kesejahteraan dengan menggunakan konsep kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasar adalah yang paling sederhana, jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat Indonesia agar memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Bila kita membuka kembali file lama pada kepemimpinan presiden SBY program jaminan kesejahteraan sosial nasional (JKSN) yang kemudian terwujud dalam bentuk Jaminan Kesehatan Nasional dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu ke niscayaan. Komitmen pemerintah dan DPR memberlakukan Undang-undang Jaminan Kesejahteraan Sosial Nasional yang kemudian mengubah PT. Askes menjadi BPJS dan PT. Jamsostek. BJPS ketenaga kerjaan adalah untuk mempercepat pemerataan kesejahteraan sosial.
Progam bantuan ala Jokowi yang khas dengan sederet kartu-katu sakti ini memerlukan pengaturan yang optimal. Baik berupa fasilitas pendukung ataupun pendataan keluarga yang tepat sasaran. Sesuai dengan janji manis Jokowi-Jk dalam kampanyenya program paket bantuan ini di harapkan benar-benar dipergunakan untuk mensejahterakan, bukan sekedar bagi-bagi uang yang tak tepat sasaran kemudian di hambur-hamburkan.
Program BPJS yang di harapkan menjadi solusi bagi masayarakat kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan akan jaminan sosial malah menjadi halangan bagi mereka, proses administrasi yang berbelit-belit hingga ketersediaan obat mebuat masyarakat kecewa dengan BPJS. Setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing yang sudah berdiam di Indonesia selama 6 bulan meski menjadi anggota BPJS, sesuai pasal 14 Undang-Undang BPJS. Jaminan kesehatan yang sudah berjalan sejak tahun 2014 agar di siapkan lebih matang baik dari segi pelayanan maupun insprastruktur hingga program BPJS dapat berjalan dengan baik.
Sektor Ekonomi ditandai dengan ketidakpastiannya pemerintah menaik-turunkan harga BBM, simpang siur tentang harga menjadi kendala utama di masyarakat kelas bawah. Dengan kenaikan harga BBM tersebut tentu saja masyarakat kalangan bawah yang notabene terbesar di Indonesia merasakan dampak keresahan. Imbasnya segala sektor bahan pokok pun melonjak hingga 100 persen bahkan lebih.
Sejumlah langkah mengecewakan pun dilaksanakan diantaranya naik-turunnya harga bahan bakar minyak. Pemerintah menaikkan harga BBM menjadi Rp 8.500 per liter disaat harga minyak mentah dunia turun, namun kembali diturunkan sebanyak dua kali hingga saat ini menjadi Rp 6.600 per liter. hasilnya BBM sudah turun tapi harga sembako malah melambung. Tak hanya itu kebijakan menaikan BBM di ikuti oleh naiknya harga gas elpiji 12 kg, tak ada kepastian jelas dari pemerintah padahal harga-harga di pasar sudah terlanjur naik ke level paling tinggi.
Kebijakan kontroversial dibidang penerbangan pun mencuat tentang penghpusan tiket murah yang  banyak memicu reaksi keras dari banyak kalangan, salah satunya para backpacker atau budget traveler. Padahal pemberlakuan tiket murah sudah berlagsung sejak lama sebelum pemerintahan jokowi saat ini. Kejadian ini merugikan banyak kalangan apalagi bagi para backpaker. Sudah jelas  mau tak mau memaksa para backpacker untuk memikirkan ulang perjalanan mereka dengan kondisi saat ini. Salah satu motto backpaker “dengan biaya seminimal mungkin mendapatkan pengalaman yang semaksimal mungkin” motto tersebut tak lagi menjadi patokan untuk keadaan saat ini.
Penghapusan harga tiket murah disinyalir kuat untuk memperbaiki sistem keselamatan penerbangan, kendati demikian harga murah bukan karena perusahaan maskapai acuh terhadap keselamatan penumpang. Padahal maskapai penebangan hanya menekan biaya pelayanan sehingga harga tiket menjadi murah bukan menekan standar keselamatan penerbangan itu sendiri.
Lahan tambang di bumi cendrawasih pun menjadi persoalan baru pemerintah saat ini. Pemerintah Jokowi-JK dinilai tidak patuh amanat UU Minerba yang mengharamkan perusahaan tambang mengekspor bahan mentah. Banyak kalangan menuding perpanjangan izin yang diberikan pemerintah sengaja dilakukan di tengah kegaduhan kisruh KPK-Polri. Sampai saat ini freeport menjadi polemik besar bagi Indonesia, kekayaan alam Indonesia terus dinikmati oleh negara asing padahal tak jauh dari lokasi penambangan masih banyak warga negara indonesia yang membutuhkan jamianan kesehatan dan sosial yang memang sampai saat ini masih belum merata.
Selain itu dari apa yang dilansir di merdeka.com, pemerintah berencana mengurangi setoran dividen sebesar Rp 9 triliun dalam Rancangan APBN Perubahan 2015. Sejalan dengan itu, pemerintah menambah alokasi dana Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk ekspansi usaha perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp 48 triliun. Rencana pengurangan setoran BUMN ke negara tidak logis. Pola pikir pemerintahan Jokowi-JK mengada-ada. Sebenarnya pemerintah dapat menjadikan BUMN sebagai agen untuk meraih pendapatan terbesar negara kedua selain pajak. bukan memutuskan bakal memberikan suntikan dana kepada Kementerian BUMN.
Polemik Subsidi pun mencuat, pemerintah saat ini telah mencabut subsidi untuk rakyat, tapi kemudian BUMN malah disubsidi dengan anggaran milyaran rupiah, tak logis. Di mana logikanya, kenapa rakyat dicabut subsidinya tapi BUMN mendapat kucuran dana yang sangat besar. Mudah-mudahan uang itu tidak mampir ke kantong-kantong pribadi mafia Indonesia.
Tak hanya itu baru seratus hari bekerja konflik demi konflik justru bertebaran, perseteruan antara KPK-Polri semakin memanas. Drama adu kuat di pertontonkan ke publik, susul-menyusul para petinggi Polri dan KPK dijadikan tersangka. Sejumlah Komisioner KPK pun dipidanakan kepolisian. Publik pun murka, aksi memprotes kriminalisasi KPK terjadi di sejumlah daerah. Presiden Jokowi di anggap tidak tegas dalam menyelesaikan kasus KPK dan Polri. Rekomendasi soal jadi tidaknya Budi Gunawan dilantik menjadi kapolri juga tak jelas karena Tim 9 dan Watimpres tak satu suara.
Seharusnya, konflik antara KPK dan Polri tak harus berkepanjangan jika saja Jokowi dapat mengambil keputusan yang tegas dalam kasus ini. Padahal masih banyak kasus yang lebih penting ketimbang perselisihan tersebut, seperti halnya pemerataan pendidikan dan kesejahteraan daerah-daerah tertinggal.
Memang 100 hari kerja tak menjadi tolak ukur lima tahun kedepan, tapi dengan kondisi seperti ini sudah banyak kegaduhan di pemerintahan yang merugikan warga negara. Cerminan kekisruhan saat ini seharusnya menjadi tolak ukur pemerintahan Jokowi-Jk bukan hanya menjadi alat penyalur kekuasaan Mega-Paloh semata.
Tak menutup kemungkinan jika pemerintahan Jokowi tetap seperti ini seratus hari kedepan Indonesia akan mempunyai presiden yang baru, pengendali stir pemerintahan. Pemerintahan Jokowi-Jk harus segera di benahi dan dievaluasi. Kisruh yang terjadi belakangan ini dalam pemerintahan Jokowi dapat menjadi celah bagi lawan politik nya untuk menjatuhkan Jokowi. Senada dengan itu lawan politik pemerintahan Jokowi pun tak akan tinggal diam melihat peluang penjegalan Jokowi, apalagi dengan kondisi saat ini dapat menjadi peluang besar bagi mereka melenggang mulus ke Istana.
Melemahnya pemerintahan Jokowi diakbibatkan ulah KIH sendiri, selain itu jokowi melakukan kesalahan karena melilih sejumlah pejabat yang tak tepat dalam jajaran kabinetnya. Layaknya seorang Kapten dalam kapal tempur menunjuk sang teknisi mesin untuk menjadi navigator perang. Fatalnya jika tetap seperti ini pada dua tahun ke dapan berbagai lapisan elemen masyarakat di Indonesia akan menuntut Jokowi untuk hengkang dari kursi tertinggi di Indonesia serta akan terjadi Revolusi Indonesia.
Seruan-seruan suara para aktivis sama sekali tak didengar, angin berlalu senada tanggapan yang di lontarkan oleh pemerintah, tak digubris. Kemelut bola panas perpolitikan semakin mencuat, laras-laras panjang disiapkan para panglima politik di medan konsolidasi pemerintahan. Satu demi satu dijatuhkan dihadapan masyarakat awam, pamer kekuatan terus gencar diserukan. Titik terang yang diharap hanya berkabut gelap pada awan hitam yang semakin pekat. Meruncing, ya, tertawa sedu berpola penghakiman gemar diserukan seakan ia dewa tak ber-dosa.  // (Calam Rahmat)//

HUKUM MILIK KAUM BORJUIS SEMATA

“Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas”
Picture ; www.google.co.id

BANDUNG, MMI - Indonesia merupakan negara hukum yang berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Penegakan hukum menjadi acuan perkembangan keadilan di suatu Negara, tolak ukur utama tersebut terlepas dari background apa negara itu ada. Namun, beda halnya dengan di Indonesia sebuah kepastian hukum masih terus tak jelas bahkan sampai mengalami kemunduran.
Sudah saat nya Indonesia terlepas dari bayang-bayang aturan yang dibentuk pada jaman kolonial. Demi tercapai nya ketertiban dan kedamaian hukum, maka hukum berfungsi memberikan jaminan kepada seseorang agar kepentingan nya diperhatikan oleh orang lain. Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dalam penegakan hukum. Fenomena tersebut dapat dilihat ketika dalam penegakan hukum, kepastian hukum lebih diutamakan daripada keadilan atau kemanfaatan hukum itu sendiri.
Dalam kenyataannya, ide penegakan hukum semacam itu seringkali tidak berhasil. Hukum lebih tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Hukum hanya menjadi milik kaum “berada”, tidak bagi kaum si miskin. Pengadilan terkendali bukan dari aturan yang berlaku tapi dari siapa yang kuat dan bermateril untuk membayar pengacara sehebat mungkin. Demi mengurangi vonis yang dituntut oleh Jaksa penuntut umum bahkan, berharap kebebasan yang dituju.
Hukum sudah menjadi aplikasi permainan kaum borjuis semata. Harus ada pemecahan masalah dalam penegakan hukum di Indonesia. Seperti anggapan bahwa semua perkara harus diselesaikan melalui meja hijau. Sebenarnya perlu pendekatan alternatif lain seperti halnya menyelesaikan perkara pidana dengan pendekatan alternatif dispute resolution. Model ini menggunakan pendekatan peradilan restoratif, dimana mekanisme ini dimungkinkan dengan adanya diskresi dari pihak penyidik yaitu kepolisian atau mekanisme deponeering yang dimiliki oleh Kejaksaan sebagai penuntut. Tentu saja, tujuannya diharapkan agar beban bagi sistem peradilan pidana menjadi tidak terlalu berat.
Bahkan berbicara tentang penegakan hukum sangat terkait dengan perilaku menyimpang, baik yang dilakukan oleh orang awam, pejabat publik, maupun oleh aparat penegak hukum sendiri. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif tentang perilaku menyimpang akan sangat membantu upaya penegakan hukum, khususnya dalam usaha yang bersifat preventif. Yang menjadi masalah, disamping masalah kompleksitas mengenai perilaku menyimpang dan latar belakangnya, ada nuansa relativitas ketika menentukan mana perilaku yang menyimpang, mana yang bukan. Kompleksitas masalah perilaku menyimpang misalnya menyangkut medical concepts, legal concepts, dan moral issues (Schur, 1979:18-25). Sedangkan relativitas perilaku menyimpang antara lain karena adanya kemungkinan tinjauan dari berbagai aspek atau perspektif lain.
Berangkat dari kasus yang menjerat warga negara Indonesia terbilang sepele, ketidakpastian UU yang kuat menjadi unsur utama.  Seperti penegakan hukum terhadap orang lanjut usia dimana jika mengacu pada Undang-undang No. 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia khususnya Pasal 5 dan pasal 18 yang menjamin pelayanan khusus bagi lansia untuk layanan dan bantuan hukum. Hal tersebut, dimaksudkan untuk melindungi dan memberikan rasa aman kepada orang lanjut usia. Termasuk layanan dan bantuan hukum di luar dan atau di dalam pengadilan. “Kalo tentang bantuan hukumnya jelas tidak dipungkiri” jelas M. Irsan Nasution, SH, MH Dosen Ilmu Hukum UIN Bandung juga Ketua DPD Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia Jabar, saat ditemui disela-sela perkuliahan.
Seperti halnya kasus yang menjerat Asyani, seorang nenek berusia 63 tahun karena dituduh mencuri kayu jati di lahan pihak Perum Perhutan, Situbondo, Jawa Timur. Kemudian berujung pada pelaporan nenek Ansyani kepada pihak berwajib oleh pihak Perhutani.  Dalam kasus tersebut pengambilan keputusan yang dilakukan pihak perhutani memang suatu tindakan yang benar, namun pasalanya tuduhan yang dilayangkan oleh perhutani tidak sesuai dengan keadaan.
Selain itu, Irsan juga mendapati beberapa keanehan yang terjadi saat kehumanismean terabaikan di dalam keputusan yang diambil penegak hukum seperti dalam kasus nenek Ansyani. “Pertayaannya sekarang, kenapa tanah perhutani tidak di pagar? Kenapa disewakan kepada masyarakat? Sehingga masyarakat merasa milik dia” Tegas Irsan. “Apapun yang ditanam oleh masyarakat ya milik mereka karena sudah disewa sebelumnya dan sudah ada perjanjian” Tambah Irsan. Itulah bebebrapa kejanggalan yang didapati ketika beberapa kasus bersinggungan dengan lahan/daerah milik pemerintah, irosnis.
Memang, masih memerlukan kajian yang lebih mendalam untuk menangani kasus yang menjerat nenek Ansyani apakah pasal yang dilayangkan menggunakan tuntutan pasal illegal logging atau hanya KUHP tentang pencurian biasa. Namun Irsan menjelaskan pasal pencurian KUHP 362 itu sendiri dalam sejarah peradilan di Indonesia tidak pernah menjatuhkan denda pada kejahatan pencurian. “Itu sebabnya KUHP tentang denda tidak efektif namun tetap tidak diubah undang-undangnya” ujar Irsan. Jika memandang dari segi humanisme Irsan berpendapat seharusnya Undang-Undang lama sudah diganti dengan Undang-Undang yang baru karena dengan jaman sekarnag sudah tak efektif.
Dalam bukunya Gustav Radbruch (1982) menjelaskan, seorang hakim dapat mengabaikan hukum tertulis (statutarylaw/state law) apabila hukum tertulis tersebut ternyata dalam praktiknya tidak memenuhi rasa keadilan sebagaimana diharapkan oleh masyarakat pencari keadilan. Namun, wajah peradilan Indonesia berangkat dari kasus Ansyani hanya menitikberatkan pada aspek dogmatika atau statutory law bahkan seringkali hakim hanya bertugas untuk menjadi corong Undang-Undang (la bouche de la loi) yang berakibat pada penciptaan keadilan formal belaka bahkan seringkali menemui kebuntuan legalitas formal.
Penegakan hukum yang berkeadilan seharusnya sarat dengan etis dan moral dimana memberi manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat. Namun disamping itu, masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai keadilan. Kendatipun demikian, terkadang apa yang dianggap berguna belum tentu adil, begitu juga sebaliknya, apa yang dirasakan adil, belum tentu berguna bagi masyarakat. Namun perlu diperhatikan bahwa di dalam menegakan hukum akan lebih baik diutamakan nilai keadilan.
Oleh karena itu, tujuan penegakan hukum yang paling utama adalah untuk menjamin adanya keadilan tanpa mengabaikan aspek kemanfaatan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Gustav Radbruch menyebut keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum sebagai tiang penyanggah penegakan hukum. Ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada pengertian dan implementasi hukum yang memadai.
Akhir-akhir ini kasus pidana ringan juga menunjukkan intensitas peningkatan. Seharusnya, dalam menyikapi fenomena meningkatnya kasus-kasus seperti ini harus dipahami akar mulanya. Sebagian besar dari masalah tesebut berawal dari kondisi sosial ekonomi masyarakat sendiri yang memaksa mereka seperti itu. Fenomena ini tidak saja menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum semata melainkan menjadi tanggung jawab semua pihak khuhusnya pemerintah untuk menanganinya.
Kesejahteraan menjadi kunci utama dalam meminimalisir kasus tersebut terjadi kembali. Peran pemerintah seharusnya lebih fokus dalam tahapan memperbaiki kesejahteraan masyarakat bukan mensejahterakan para pejabat. Ansyani hanya salah satu korban ketidakadilan hukum yang ada di Indonesia dan sebagai korban ke pandiran pemerintah dalam menangani kemakmuran bagi warga negaranya.
Seperti halnya kasus Ansyani, untuk mewujudkan keadilan bagi korban dan pelaku, adalah baik ketika para penegak hukum berpikir dan bertindak secara progresif yaitu tidak menerapkan peraturan secara tekstual tetapi perlu menerobos aturan karena pada akhirnya hukum itu bukan teks demi tercapainya keadilan yang diidamkan oleh masyarakat.
Aparatur penegak hukum khususnya hakim terpaku dengan paradigma rule making yang hanya menerapkan undang-undang semata. Kurang berani untuk menerapkan paradigma rule breaking yaitu penerapan hukum yang melompat ke aspek nilai-nilai keadilan dan terutama kemanusiaan. Paradigma rule breaking ini sering disebut penegakan hukum progresif. Aparatur penegak hukum belum sepenuhnya memahami bahwa tujuan penegakan hukum yang berkeadilan adalah hukum untuk terwujudnya kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Dimana keadilan tersebut bukan hanya keadilan formal tetapi keadilan substansial.

Maka dari itu, hukum yang progresif asumsi dasarnya bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Hukum bukan sebagai institusi yang bersifat mutlak dan final, melainkan sebagai institusi bermoral, bernurani dan karena itu sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi kepada manusia. Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan untuk mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia. Kemanusiaan dan keadilan menjadi tujuan dari segalanya dalam kita berkehidupan hukum. (Calam rahmat)