Jurnalistik

Curug Cilengkrang Jurnalistik 2013

Writer

Menulislah selagi kau mampu

Jurnalistik A 2013

at Dragon Village

Minggu, 10 Mei 2015

POLEMIK PERS DIKALANGAN MAHASISWA


Indonesia merupakan negara hukum berbasis Undang-Undang dan Pancasila. Setiap kebijakan yang keluar harus tetap berlandaskan kedua hal tersebut. Sejalan dengan itu kebebasan berpendapat masih penuh dengan resiko yng ditangung oleh jurnalis. Dengan sistem yang dianggap belum sesuai dengan apa yang terjadi saat ini. Carut marut kontrol peraturan jalannya kebijakan menjadi permasalahan utama bangsa ini. Pilar ke empat bangsa harus tetap menjadi pengontrol stabilisasi semua permasalahan. Sejalan dengan itu jurnalis bukan hanya sebagai Agent of change namun harus sebagai Agent of control.
Berbagai informasi mengenai kebijakan tak jarang masih dianggap sebagai omongon belaka. Kurangnya pengawasan membuat banyaknya kebijakan menjadi simpangsiur bahkan tak jarang membuat kontroversial. Semua itu  terus bertebaran tanpa ada saringan yang jelas. Disinilah Lembaga pers masih menjadi muatan utama untuk menyaring berbagai informasi kebijakan yang dianggap masih belum terselesaikan. Sehingga, seyogyanya lembaga pers menjadi sebuah corong informasi yang dapat dipercaya dimana setiap informasinya harus faktual dan mendalam.
Sebagai suatu lembaga seharusnya pers dapat menjaga idealismenya untuk tetap memberikan sebuah informasi dengan data yang akurat dan mendalam tanpa memihak siapapun. Persoalan yang terus bergentayangan saat ini, pers masih memposisikan diri sebagai jalur alternatif dari sebuah tangan kekuasaan tertentu. Bahkan, hanya sekedar menjadi jembatan penyampai informasi semata bukan memperbaiki dan mengkritisisasi informasi tersebut.
Lembaga pers memang tak selamanya menjadi acuan untuk setiap hal yang ada dan terjadi saat ini. Namun, pers menjadi tolak ukur pertama tak kala beberapa peristiwa masih simpang-siur. Disamping itu seorang jurnalis lah yang menjadikan sebuah informasi layak atau tidaknya menjadi sebuah berita untuk dikonsumsi publik.  Suatu informasi yang disajikan sebuah lembaga pers terletak dari segi mana seorang Jurnalis dapat mengolah informasi tersebut dengan baik. Entah itu berpihak pada suatu organ tertentu, benar atau salah nya informasi itu tergantung Jurnalis yang menangani peristiwa, karena hanya dia yang tahu pasti mengenai kejadian tersebut.
Pengalaman empiris menunjukkan tingkat kematangan pers dikalangan mahasiswa, disamping keterkaitannya dengan aktivitas pergerakan dan perjuangan. Mahasiswa yang terbina dalam suara kebebasan, memiliki hak mutlak untuk memberikan gagasan tajam tentang permasalahan yang terjadi. Lembaga pers menjadi wadah yang ideal tak kala suara mereka masih belum didengar. Sementara itu, kalangan kekuasaan birokrat dengan kecenderungan otoriteristik memandang pers hanyalah sekedar alat penanaman opini yang efektif, tak lebih.
Ditingkatan Perguruan Tinggi sebuah lembaga pers masih menempati posisi yang cukup tajam untuk memberikan informasi kepada seluruh civitas akademisi yang ada di lingkungan tersebut. Namun, seyogyanya lembaga pers kalangan mahasiswa dapat lepas dari cengkraman tangan instansi. Kucuran dana yang mengalir dari instansi masih sangat terasa dibeberapa Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), mati tidak nya LPM masih ditentukan oleh instansi terkait. Seharusmya LPM menjadi lembaga yang benar-benar independen tanpa campur tangan lembaga pemerintah maupun instansi perguruan tinggi.
Sebuah polemik terjadi tak kala LPM yang seharusnya menjadi corong suara mahasiswa, kini dibatasi dengan aturan mengikat yang dikeluarkan instansi. Bahkan,  hanya sekedar lahan penampung obral janji semata para birokrat. Faktanya, memang benar informasi yang mereka berikan sangat akurat. Namun masih ada beberapa informasi yang dipandang tak perlu dipublikasikan, inilah akibat dari ketergantungan terhadap suatu instansi. Seperti halnya sebuah informasi yang sengaja tidak dimunculkan karena alasan takut akan adanya penghentian kucuran dana dari instansi terkait.
LPM seharusnya dapat menjadi sebuah corong informasi yang lebih akurat dan tajam terhadap permasalahan yang terjadi kampus, bukan hanya sekedar memberikan informasi semata. Karena disinilah suara kebenaran akan terlihat ke permukaan dengan sekat yang seharusnya terbuka. Keberpihakan suatu LPM memang tidak terlihat jelas, baik dari setiap Jurnalis yang mengisi disetiap lembaran tabloid, buletin, majalah maupun situs online LPM. Namun, semua itu dapat terbaca dari hasil dan sajian sebuah tulisan yang dipandang kurang tajam terhadap apa yang ada di lapangan.
Kediktatoran seorang pemimpin lembaga pers mempunyai andil yang sangat berharga dalam pemisahan diri suatu LPM dengan instansi resmi. Seharusnya pemimpin LPM dapat berdiri di barisan terdepan untuk mengkritisasi instansi karena suara mereka dibatasi dengan aturan yang tak seimbang.  Apalagi sudah jelas diatur dalam Undang-Undang, publik berhak mendapatkan informasi yang benar. Maka dari itu, seharusnya LPM Bukan hanya sekedar menjelaskan tutur kata yang keluar dari para birokrat semata, tapi mengupas habis semua kejanggalan yang terjadi.
Polemik kekuasaan dan pencitraan hanya demi jabatan tertentu disebuah instansi menjadi tolak ukur sebuah LPM tak akan berpaling dari segala cengkraman kediktatoran instansi. Mati dan hidup sebuah LPM masih diukur dengan kucuran dana instansi terkait. Seharusnya tidak demikian, mereka harus benar-benar lepas dari keterikatan tersebut. Agar suara yang ideal dapat terus mengalir dari tangan-tangan akademisi yang berintelektual tanpa pilih asa.

Seharusnya suara Jurnalis menjadi lebih tajam dari hanya sekedar membagikan informasi semata. Suara yang mengacu pada kepentingan publiklah tetap menjadi prioritas utama sudut pandang seorang jurnalis dalam menggali sebuah informasi. Hasilnya LPM akan menjadi bumerang tajam untuk meleburkan birokrat tak berintelektual yang hanya memperdulikan perut dan sandangnya saja. Semoga!! (Calam Rahmat)