Jurnalistik

Curug Cilengkrang Jurnalistik 2013

Writer

Menulislah selagi kau mampu

Jurnalistik A 2013

at Dragon Village

Rabu, 29 Juli 2015

BUKAN MENCETAK MAHASISWA INSTAN


Oleh: Calam Rahmat

Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau Ospek merupakan momentum bersejarah bagi setiap siswa yang memasuki pintu gerbang perguruan tinggi. Ospek dengan seluruh rangkaian acaranya merupakan sarana awal pembentukan watak bagi seorang mahasiswa baru. Dengan kata lain, baik tidaknya kepribadian mahasiswa di sebuah perguruan tinggi ditentukan oleh baik tidaknya pelaksanaan Ospek di perguruan tinggi tersebut
Orientasi Mahasiswa, dua buah kata yang mungkin akan mengantarkan pikiran kita pada sebuah bayangan mengenai kegiatan dimana mahasiswa baru “disambut” dengan berbagai cara “unik” oleh seniornya. Menjadi sebuah kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun hampir di setiap kampus yang ada di dunia, membuat orientasi mahasiswa seakan ada sebagai sebuah gerbang awal untuk menyambut bibit-bibit baru yang akan berjuang di kampus tersebut.
Titik awal peresmian kata “maha” akan  melekat dibelakang kata siswa.
Selama Ospek berlangsung, maba memberikan kesan pertama terhadap fakultas, alamater, dan senior. Kalangan mahasiswa baru pun memaknai Ospek secara beragam. Ada yang memandang Ospek secara positif, ada juga yang memandang Ospek dengan skeptis dan menilainya sebagai kegiatan yang sama sekali tidak berarti.
Dalam Ospek kalian ditatar, dilatih, digembleng untuk menjadi seorang mahasiswa yang tangguh dan bermental baja dan tentunya menjadi mahasiswa yang pintar tapi tidak sok tahu . Kegiatan Ospek merupakan kawah candradimuka untuk kalian yang mau jadi mahasiswa yang berotot kawat tulang besi dan tentunya berotak genius serta beretika dan bernurani luhur.
Harus ada esensi yang bisa diambil dari setiap hal yang dilakukan dan bersifat baik untuk kehidupan mereka di kampus selanjutnya, misalnya: Menumbuhkan kekompakan di dalam satu angkatan, Menambah pengetahuan, Menimbulkan rasa kepemimpinan (leadeship), Melepaskan kepribadian SMA yang kurang baik, dan beralih kepada kepribadian mahasiswa yang baik,
Mahasiswa baru bukanlah (maaf) binatang, atau benda mati yang dapat diperlakukan semena-mena sesuai keinginan senior. Mereka juga adalah manusia, sama seperti seniornya, yang memiliki batas ketahanan fisik dan mental. Perlakuan yang melanggar ketahanan fisik dan mental peserta merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Panitia Ospek harus menjunjung tinggi hal tersebut.
Proses Ospek adalah proses kaderisasi yang dibutuhkan untuk organisasi kemahasiswaan, sehingga keberadaannya harus tetap dipertahankan dengan tingkat fleksibilitas terhadap perubahan zaman dan tidak terpasung oleh tradisi semu yang memakan korban. Proses represivitas terhadap Ospek harus dijawab dengan sebuah transformasi proses kaderisasi yang tidak memakan korban. Transformasi tersebut menuntut sebuah kreativitas dalam menjawab perubahan paradigma masyarakat.
Di beberapa kampus Ospek diisi oleh kegiatan yang lebih variatif, selain pembebanan tugas, ada pula kegiatan seperti simulasi aksi dan acara-acara games ringan. Namun, adapula kampus yang memberikan tekanan lebih terhadap para junior mereka dengan cara pelatihan mental atau fisik yang sifatnya masih cukup ringan. Di sisilain, masih ada pula kampus-kampus yang menerapkan aksi kekerasan.
Tak dapat dimungkiri lagi,  Ospek sebelum memasuki dunia kampus sangatlah dibutuhkan, apa pun metodenya. Di momen inilah perubahan-perubahan awal dari siswa menjadi mahasiswa dilakukan. Setuju atau tidak setuju, Ospek tetap dibutuhkan oleh para mahasiswa baru untuk memahasiswakan mereka setelah melewati fase siswa. Namun yang menjadi pertanyaan ialah metode Ospek apakah  yang ideal bagi para mahasiswa baru agar mereka dapat memahami makna dari status mahasiswa yang kini mereka sandang.
 Apa pun metodenya, yang terpenting ialah metode tersebut tidak menyimpang dari garis orbit Ospek sebagai sarana memahasiswakan siswa. Setidaknya hal yang perlu ditanamkan para senior kepada para juniornya saat Ospek ialah mengubah paradigma berpikir para mahasiswa baru agar dapat berpikir kritis dan global terhadap apa yang sedang dialami oleh bangsa ini
Tapi selepas dari itu, Perlu dilakukan perencanaan dan pola yang matang berdasarkan esensi yang diharapkan sebagai “GOAL”. Setelah pola diperoleh, perlu sosialisasi ke mahasiswa senior dan panitia, kemudian perlu dilakukan simulasi kegitan tersebut. Dengan konsep yang jelas, dan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi telah diketahui, maka seluruh pihak akan mudah mengatur kegitan tersebut, sehingga Ospek bernuansa positif akan muncul, barulah terlihat kegitan-kegiatan yang menjurus pada perubahan watak.
Kalau takut acara ospek menjadi tidak seru atau tidak berbobot karena sikap pasif dan plegmatis mahasiswa baru maka tidak menjadikan penghalalan sifat dan fungsi tugas Komite disiplin (Komdis) seperti skenario sinetron untuk dimunculkan agar memberikan kekerasan verbal terhadap maba guna memunculkan sikap krits dari maba.
Jika gerakan mahasiswa, yang sudah memiliki citra sebagai garis depan perjuangan demokratisasi di Indonesia ingin membuka dan membebaskan, serta memberikan pemahaman akan kondisi obyektif masyarakat, maka format Ospek sekarang harus sesegera mungkin diubah. Ospek saat ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga perjuangan kepentingan mahasiswa (SPP, fasilitas akademis, kebebasan akademis) dapat dipenuhi lawan abadi mereka, pihak rektorat yang reaksioner. Selain itu, unsur-unsur kerakyatan, yaitu keterlibatan mahasiswa dalam problem keseharian rakyat harus diberikan. Caranya adalah membawa mahasiswa ke dalam masyarakat yang tertindas dan membentuk interaksi dengan masyarakat yang memungkinkan terbukanya cakrawala pemikiran para mahasiswa baru
Kenangan dalam Ospek hanya menciptakan romantisme tertentu ketika diceritakan beberapa waktu setelah Ospek, namun tentunya setiap orang tidak ingin mengalami Ospek untuk beberapa kali lagi. Ini merupakan bukti bahwa setiap orang tidak menginginkan Ospek terjadi lagi dalam hidup mereka. Hal inilah sebenarnya yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan apakah Ospek berhasil atau tidak, bukan ditinjau dari apakah Ospek sudah berjalan sesuai schedule atau penilaian otoristik secara sepihak oleh panitia.
Hal yang menyenangkan akan selalu diingat sebagai kenangan yang menyenangkan bukannya hal yang membosankan karena membuang waktu dan tidak menimbulkan trauma, selain juga karena pembentukan karaktrer harus dilakukan secara bertahap serta terencana sehingga tidak akan menghasilkan generasi instan.